Jumat, 25 Juli 2014
TINJAUAN MADZHAB SYAFI’I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP
00.14
18 comments
TINJAUAN MADZHAB SYAFI’I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP
ABSTRAK
Nama : M. Mansur HidayatNIM : 100.201.1488
Prodi : Al Ahwal Al Syakhsiyyah
Judul Skripsi : Tinjauan Madzhab Syafi‟i Terhadap Hitungan Weton Di Dalam Menentukan Pasangan Hidup
Kata Kunci : Weton, Pasangan Hidup dan Madzhab Imam Syafi‟i
Menikah adalah sunnatullah yang mesti dijalani oleh manusia. Namun terkadang jalan menuju ke pelaminan tidak semudah yang dibayangkan. Salah satunya yang menghalanginya adalah kriteria dalam memilin pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup bukanlah perkara yang mudah, tetapi memilih pasangan hidup bukan pula merupakan perkara yang sulit. Banyak hal yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pasangan hidup. Sebagai orang yang beragama Islam, Nabi Muhammad Saw menekankan umatnya untuk memilih pasangan hidup menurut empat kriteria, yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Namun, orang-orang zaman dahulu terutama yang hidup di daerah Jawa terbiasa menentukan pasangan hidup melalui cara yang tidak lumrah, yaitu dengan menggunakan tradisi weton. Hal ini merupakan polemik tersendiri bagi umat Islam yang berada di Indonesia, karena tradisi weton adalah salah satu budaya di Indonesia yang mesti dilestarikan. Tetapi, hukum untuk menggunakannya masih dipertentangkan dalam kehidupan umat Islam.
Menurut orang Jawa, weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan ke dunia sehingga setelah dilakukan perhitungan dapat mengetahui
tentang karakter, kepribadian dan kesuksesan seseorang. Dalam kehidupan sekarang, walaupun informasi dan tekhnologi semakin maju, sebagian masyarakat masih mempercayai tentang weton.
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis analisis isi melalui studi pustaka (Library Research). Kajian kepustakaan yang dilaksanakan penulis pada mulanya merupakan suatu tahap awal dalam proses studi pendahuluan untuk menelusuri tema yang akan menjadi objek penelitian penulis. Selain itu, studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh landasan teoritis berupa konsep dan pendapat para ahli hukum yang termuat dalam berbagai literatur yang terkait denga materi pokok permasalahan yang akan penulis bahas. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Setelah dikaji melalui berbagi macam literatur baik itu artikel, buku, ataupun arsip, ternyata dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan weton dalam Islam terutama dalam madzhab Imam Syafi‟i sangat dilarang. Bahkan sebagian pendapat menyatakan bahwa hukumnya hampir sama dengan dosa syirik. Karena mempercayai weton sama dengan mempercayai sesuatu selain dari Allah swt. Oleh karena itu, bila ada pernikahan yang terjadi didasarkan atas weton, maka pernikahan tersebut tetap sah selama rukun dan syarat nikah terpenuhi. Tetapi, mereka mendapatkan dosa karena percaya terhadap hal yang gaib yang datangnya selain dari Allah.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... I
LEMBAR PERSTUJUAN PEMBIMBING ............................................... II
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... III
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... IV
PERSEMBAHAN ......................................................................................... V
KATA PENGANTAR .................................................................................... VIII
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. XIV
ABSTRAKSI ............................................................................................... XVI
DAFTAR ISI .............................................................................................. XVIII
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 8
D. Metode Penelitian ............................................................................ 9
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI HITUNGAN WETON DAN MEMILIH PASANGAN HIDUP
A. Tinjauan Umum Hitungan Weton ..................................................... 13
1. Pengertian Hitungan Weton .......................................................... 13
xix
2. Sejarah dan Mitos Hitungan Weton di Dalam Tradisi
dan Adat Pernikahan Masyarakat Jawa ....................................... 14
3. Mitologi Pasaran dan Hari............................................................. 22
4. Manfaat dan Dampak Dari Pemilihan Tanggal Lahir (Weton) Di
Dalam Menentukan Pasangan Hidup Menurut Madzhab Syafi‟i. 29
B. Tinjauan Umum Memilih Pasangan Hidup ...................................... 30
1. Pengertian Memilih Pasangan Hidup ........................................ 30
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memilih Pasangan Hidup 31
BAB III TINJAUAN MENGENAI MADZHAB IMAM SYAFI’I
A. Biografi Singkat Mengenai Imam Syafi‟i ...................................... 38
B. Karya-karya Imam Syafi‟i ............................................................... 47
C. Guru dan murid Imam Syafi‟i ........................................................ 50
D. Sejarah Singkat Masuknya madzhab Syafi‟i di Indonesia ............. 53
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI TERHADAP TINJAUAN MADZHAB SYAFI’I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP
A. Urgensi Hitungan Weton Di Dalam Menentukan Pasangan Hidup
bagi Masyarakat Jawa ................................................................... 55
B. Hukum penggunaan Weton Dalam Pandangan Madzhab Syafi‟i ... 57
C. Analisis Hukum Pernikahan yang di Dasari Dengan Mitos dan
Hitungan Astrologi Weton Perspektif Madzhab Syafi‟i ................. 62
xx
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 65
B. Saran-Saran ..................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
1
SBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama yang mulia dan juga sempurnayang telah menyebar luas melalui Baginda agung Nabi Muhammad SAW yang didalamnya terdapat ilmu-ilmu Allah SWT dan hukum-hukum yang mengatur semua tentang kehidupan manusia di bumi agar sesuai dengan syariat agama. Pernikahan dalam agama Islam memiliki tujuan yang sangat penting dan mulia, yakni menanti lahirnya generasi baru yaitu keturunan.
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak akan mungkin bisa hidup secara individual.Sudah menjadi kodratnya kalau manusia atau mahluk hidup lainnya itu diciptakan secara berpasang-pasangan.Langit dengan bumi, siang dengan malam, panjang dengan pendek, hitam denganputih.Dan begitupun dengan manusia yang juga diciptakan berpasang-pasangan, ada laki-laki pasti juga ada perempuan.
Hal ini sejalan dengan dalil dan firman Allah SWT didalam Al Qur‟an (QS An Nissa ayat : 1)
يَا أَيُّهَا ان اَُّصُ اتَّقُىا رَبَّكُىُ انَّذِي خَهَقَكُىْ يِ فََْضٍ وَحِدَةٍ وَخَهَقَ يِ هَُْا سَوْجَهَا وَبَثَّ يِ هُُْ اًَ رِجَالاً كَثِيْزاً
) وَ ظََِاءً, وَاتَّقُىا اللهَ انَّذي تَظَاءَنُىا بَهِ, وَالأَرْحَاوَ. إِ اللهَ كَا عَهَيْكُىْ رَقِيْباً )ان ظُّاء: ١
Artinya : “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhan-MU yang telah menciptakan kamudari diri yang satu, dan dari padanya Allah SWT menciptakan istrinya dan dari pada keduanya, Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak.. Dan bertaqwalah kepada Allah SWT dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu
2
sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahim, sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1).
Islam adalah agama yang sempurna, karena segala macam pernik kehidupan mahluk hidup termasuk kehidupan manusia itu telah di atur secara terperinci oleh agama Islam. Termasuk didalamnya mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Kehalalan antara hubungan laki-laki dan perempuan haruslah ditempuh dengan cara sah, yaitu pernikahan.Maka dengan adanya pernikahan, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang asal mulanya dilarang oleh syariat Islam menjadi boleh dilakukan.
Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa pada kenyataannya nikah itu tidak hanya sekedar akad, akan tetapi lebih dari itu, setelah pelaksanaan akad si pengantin harus menikmati dari akad tersebut. Sebagaimana dimungkinkan terjadinya proses perceraian setelah dinyatakan akad nikah tersebut.1Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki terhadap perempuan antara seorang suami terhadap istrinya dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang sakinah mawaddah wa rahmah.2Perkawinan menjadi sah apabila terpenuhnya syarat dan rukun yang telah ditetapkan dan dijelaskan oleh syariat agama Islam secara terperinci.Apabila satu syarat atau rukunnya pernikahan tidak terpenuhi atau ditinggalkan, maka pernikahan tersebut tidak sah.
1 Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap (Jakarta, Pustaka Al Kautsar, Cetakan Ke Enam 2011)
2Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam (Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2004), hal. 1
3
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua mahluknya. Baik manusia, hewan, maupun tumbu-tumbuhan. Oleh karena itu,pernikahan suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi mahluk-Nya untuk melestarikan keturunannya.
Karena begitu pentingnya pernikahan, tidak heran di setiap daerah mempunyai tradisi sendiri yang sudah menjadi budaya dan mesti dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan. Salah satu tradisi orang tua di sebagian masyarakat Jawa dan Madura terutama yang masih tinggal di daerah pedalaman dan pedesaan adalah dalam menentukan calon jodoh atau pasangan hidup bagi anaknya.
Umumnya,masyarakat Jawa dan Madura masih tergantung menggunakan patokan hitungan tanggal lahir yang disebut dengan wetonyang mempunyai arti penjumlahan hari-hari dalam seminggu (senin, selasa, rabu, kamis, jum‟at,sabtu, dan minggu) dan hari dalam pasaran jawa (legi, pahing, pon, wage, kliwon).3Dengan mengotak-atik hitungan pada tanggal tersebut maka akan ditemukan hasilnya. Apakah anaknya apabila menikah dengan yang melamarnya akan bernasib beruntung apa malah akan bernasib sial ? Dari sanalah, terkadang sebagian orang tua mempertimbangkan untuk mengambil keputusan menerima atau menolak pinangan seseorang.
3Ki Hudoyo Doyodipuro, Horoskop Jawa Misteri Pranata Mangsa (Semarang: Dahara prize, 1995), Hal. 3
4
Sikap masyarakat Jawa yang seperti ini, sama halnya dengan lebih mempercayai tukang ramal dari pada syari‟at agama Islamyang sudah dijelaskan aturannya di dalam Al-Qur‟an dan Hadits,dan Rasulullah SAW pun telah bersabda :
يَ اَتَ كَاهِ اًُ اَوْ عَزَفاً فَصَدَّقَهُ بِ اًَ يَقُىْلُ فَقَدْ كَفَزَ بِ اًَ أَ شَِْلَ عَهَ يُحَ دًٍَّ
Artinya: “Barang siapa yang datang ke dukun ataupun tukang ramal kemudian membenarkan apa yang telah dikatakan oleh peramal tersebut berarti ia telah kufur dari pada ajaran baginda agung nabi Muhammad SAW, (HR.Imam Ahmad). Berdasarkan hadist ini imam suyuti mengharamkan kita sebagai seorang muslim ataupun muslimat untuk percaya pada ramalan dan dosa apabila kita sebagai orang yang beragama Islam mempercayai ramalan itu”
Hadist di atas merupakan teguran keras bagi orang muslim yang keislamannya masih Islam abangan (Islam yang masih setengah-setengah).Dengan kata lain, mereka percaya pada Allah SWT dan Rasul-Nya dalam arti melaksanakan rukun Islam yang lima, tapi di sisi lain masih mempertahankan tradisi nenek moyangnya yang masih percaya pada ramalan.Hal ini, jelas tidak dibenarkan baik dari perspektif syariah maupun dari analisis dan logika keilmuan modern.
Pada dasarnya Islam tidak menolak tradisi atau ilmu tertentu yang datangnya dari luar agama Islam. Kepercayaan kepada dukun ramal atau hitungan weton dan sejenisnya itu secara tegas sudah dilarang oleh Rasulullah.Karena bila seseorang mempercayai atau mempelajari ilmu ramalan itu merupakan suatu langkah atau pemikiran mundur bagi seorang muslim. Oleh karena itu, hal ini bertentangan dengan prinsip Islam dan logika akal sehat keilmuan.4
4http://www.fatihsyuhud.net/2012/05/menentukan-jodoh-berdasarkan-weton
5
Bayangkan saja,apabila ada orang tua menolak putrinya yang dilamar oleh laki-laki shalih tetapi memilih menerima pinangan laki-laki abangan (laki-laki yang masih mentah didalam ilmu agama) hanya gara-gara ramalan seorang dukun dan hitungan weton yang diyakini telah menganjurkan demikian. Bayangkan seorang anak tidak disetujui orang tuanya untuk melamar gadis baik nan cantik yang matang dalam ilmu agamanyatetapi menganjurkan anaknya untuk menikahi wanita binal dikarenakan ramalan atau hitungan weton. Dengan alasan seperti itu, sang ibu menganggap bahwa itulah yang terbaik buat si anak tersebut.
Contohnya : mereka yang terlahir di dalam lingkup mangsa kaso (mangsa ke 1) yaitu pada putaran tanggal 23 Juni – 02 Agustus yang di yakini masyarakat Jawa berwatak batara antaboga yang besifat pendiam yang bila berbicara hanya seperlunya saja dan juga tipikal pencemburu, tidak mau kalah dalam berpendapat, hobinya menyendiri dan menyepi.Oleh karena itu, tak jarang dari mereka yang terlahir di mangsa kaso itu berbakat menjadi seorang paranormal karenasangat suka dan cintanya mereka dengan hal-hal yang masih berbau spiritual. Disisi lain mereka yang terlahir di mangsa kaso itu sering kali terganggu oleh kegelisahan hatinya sendiri yang disebabkan oleh nafsu dan ambisinya yang sangatbegitu besar.Ibarat“Bintang dan Bulan kesiangan” yang terang hatinya tetapi tidak bercahaya. Umumnya mereka yang terlahir di mangsa kaso ini sangat halus perasaannya, mudah tersinggung dan terluka hatinya hanya oleh sepatah kata yang agak kasar.
6
Di dalam adat masyarakat Jawa juga meyakini bahwa watak batara antaboga juga didampingi oleh watakbatari nagagini. Oleh karena itu, orang yang terlahir dimongso kaso (mangsa ke-1) ini, pada sisi lain terdapat watak yang bertolak belakang, terpengaruh oleh sifat dari batari nagagini yang penuh kasih sayang dan welas asih. Batari nagagini di mata masyarakat Jawa mempunyai sifat welas asih pada sesama, sopan santun dan pandai menghargai orang lain, halus tutur katanya, tidak suka melukai hati orang lain, sehingga dipandang sangat simpati dan pandai membawa diri.
Berawal dari hal hal di atas, masyarakat Jawa menggunakan weton (hitungan tanggal) sebagai patokan untuk menentukan atau memulai segala sesuatu termasuk tentang jodoh pinasti. Yang dimaksud dengan jodoh pinasti adalah pilihan jodoh/calon suami atau istri yang tepat bagi mereka yang terlahir dalam naungan mangsa kaso (mangsa ke 1) dalam pandangan rumus ilmu astrologi jawa. Didalam keyakinan masyarakat jawa dalam hal perjodohan mereka yang terlahir didalam naungan mangsa kaso (mangsa ke 1) itu sudah ditakdirkan paling cocok berpasangan dengan mereka yang terlahir di mongso kalimo (mangsa ke 5), yaitu mereka yang terlahir di tanggal 14 oktober- 9 november. Karena mongso kalimo-lah yang dianggap paling tepat untuk mengimbangi karakternya orang yang terlahir dimongso kaso (mangsa ke 1).
Sebagian masyarakat Jawa meyakini bahwa dengan cara mencocokkan tanggal atau weton di dalam menentukan pasangan hidup bagi anak-anaknya, mereka yakin akan menemukan kebahagiaan dari hitungan weton tersebut.Karena mereka
7
percaya bahwa setiap orang yang terlahir di setiap mongsopasti mempunyai karakter masing-masing yang tentunya pasti berbeda-beda dari satu mongso dengan mongso yang lain. Maka dengan pencocokan tanggal lahir mereka (masyarakat Jawa) berharap akan menemukan kecocokan yang menghasilkan kebahagiaan, kerukunan, ketentraman, dan juga kedamaian dalam membangun biduk rumah tangga, bila semuanya dianggap sudah cocok dengan garis-garis perjodohan yang semestinya, maka rumah tangga orang yang terlahir dimongso kaso itu akan tampak semarak dan terasa bahagia.5
Dari permasalahan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menelitinya lebih dalam lagi dalam sebuah karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan judul :
“TINJAUAN MADZHAB SYAFI’I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP”
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
Di dalam mengkaji suatu permasalahan berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka harus ada pembatasan masalah agar nantinya pembahasan masalah tidak melebar dan tetap fokus pada tujuan masalah, adapun yang akan penulis bahas dalam skripsi ini yaitu mengenai “TINJAUAN MADZHAB SYAFI‟I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP”yang sering terjadi di adat masyarakat jawa dan madura (hususnya yang masih tinggal di
5 Ki Hudoyo Doyodipuro, Horoskop Jawa Misteri Pranata Mangsa (Semarang: Dahara prize, 1995), Hal. 15
8
pedesaan dan pedalaman) disini sering kali terjadi dan timbul permasalahan yang harus dibahas dan di carikan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Untuk lebih memudahkan penulis dalam membahas masalah ini, maka penulis telah merumuskan permasalahan ini sebagai berikut:
a. Seberapa pentingkah hitungan weton bagi masyarakat jawa di dalam menentukan pasangan hidup ?
b. Bagaimana pandangan Madzhab Syafi‟imengenai hitungan weton yang ada didalam adat atau tradisi masyarakat jawa.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui seberapa dalam kepercayaan masyarakat jawa mengenai ramalan dan mitos hitungan weton di dalam menentukan pasangan hidup.
b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai ramalan dan mitos weton yang kerap kali digunakan oleh masyarakat jawa untuk menentukan pasangan hidup.
c. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S1).
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
9
Hasil penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan tentang hukum pada umumnya, dan hukum syariah pada khususnya. Dalam masalah wetonyang ada di dalam adat masyarakat jawa ini di gunakan untuk mnghitung tanggal guna mencari dan menentukan pasangan hidup, serta bisa bermanfaat bagi penelitian dan masalah hukum yang bersangkutan di kemudian hari.
b. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas mengenai “TINJAUAN MADZHAB SYAFI‟I TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP” yang kerap terjadi di dalam adat masyarakat jawa di pedesaan atau daerah pedalaman.
D. METODE PENELITIAN
1. Tipe dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan peneliti dalam menganalisis permasalahanadalah metode kualitatif, dengan alasan bahwa setiap kasus yang diselidiki adalah unik. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, memungkinkan penulis untuk melakukan penelitian terhadap suatu isu atau permasalahan secara mendetail dan mendalam, karena aktif dalam pengumpulan data.6 Selain itu, penelitian kualitatif bersifat deskriptif, karena data yang dianalisis
6 Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2009),Cet. II, hal. 87-88
10
tidak untuk menerima atau menolak hipotesis melainkan deskripsi dari gejala-gejala yang diamati sehingga didapatkan pemahaman menyeluruh dan utuh tentang berbagai peran yang dilakukan oleh subjek penelitian.7
Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif non-interaktif8 karena metode kualitatif dibedakan atas dua macam yaitu kualitatif interaktif dan kualitatif non-interaktif.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research). LibraryResearch adalah suatu kajian dan penyelidikan dengan cara mengumpulkan data- data dari berbagai literatur berupa buku- buku, majalah, surat kabar, tabloid, artikel- artikel dan internet yang kemudian penulis analisis dan simpulkan.
Untuk menganalisa data-data yang telah diperoleh penulis menggunakan teknik analisa data secara kualitatif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Tahapan Induktif
Tahapan ini melihat data yang ada (berupa buku- buku, majalah, surat kabar, tabloid, artikel- artikel dan internet ) kemudian ditarik kesimpulan secara umum.
b. Tahapan Deduktif
Tahapan ini merupakan pengolahan dan penerapan data hasil induktif pada masalah khusus.
7 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: Pustaka Setia, 2005),hal. 17
8 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), Cet. VI, hal. 61
11
2. Pengelompokan data kepustakaan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya
a. Bahan Primer : bahan yang isinya mengikat dari isinya. Seperti Tafsir Al-Qur‟an dan karya-karya yang bermadzhab Imam Syafi‟i serta buku yang menjelaskan tentang permasalahan Horoskop Jawa..
b. Bahan Sekunder: bahan-bahan yang isinya membahas bahan primer. Contoh: Buku, artikel, laporan penelitian dan berbagai karya tulis lainnya
c. Bahan Tersier: bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan primer dan sekunder. Contoh : Kamus,buku pegangan,kalender yang bisa dijadikan bahan referensi (bahan acuan, bahan rujukan).9
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini agar di peroleh kejelasan gambaran secara keseluruhan dan untuk mempermudah pemahaman pembaca, maka penulis akan mengemukakan sistematika penulisan dalam beberapa bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut.
BAB I : Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi tentang tinjauan umum mengenai weton dan memilih pasangan hidup yang terdiri dari: pengertian weton, sejarah dan mitos weton dalam tradisi pernikahan adat jawa, manfaat dan dampak menggunakan hitungan
9 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Rineka Cipta, 2010), Hal. 103-104
12
weton didalam menentukan pasangan hidup, pengertian memilih pasangan hidup, dan faktor yang mempengaruhi memilih pasangan hidup.
BAB III : Berisi tinjauan mengenaiMadzhab Imam Syafi‟i yang terdir dari dua sub bab yaitu: biografi Imam Syafi‟i dan Peran Madzhab Imam Syafi‟i di Indonesia.
BAB IV : Bab ini adalah bab inti yang membahas tentang analisis dan hasil interpretasi terhadap tinjauan madzhab syafi‟i terhadap hitungan weton di dalam menentukan pasangan hidup, yang meliputi tiga sub bab, yaitu: urgensi hitungan weton dalam tradisi masyarakat jawa, Hukum Penggunaan Weton dan Analisis terhadap pernikaha yang di dasari oleh hitungan weton dalam persepektif Madzhab Imam Syafi‟i
BAB V : Penutup yang merupakan rangkaian dari bab terakhir dalam penulisan skripsi ini yang didalamnya memuat kesimpulan dan saran-saran
13
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HITUNGAN WETON
DAN MEMILIH PASANGAN HIDUP
A. Tinjauan Umum Tentang Weton
1. Pengertian Weton
Sebelum mendefinisikan weton alangkah baiknya penulis membahas dulu bagian yang ada sangkut pautnya dengan weton yakni neptu. Secara harfiah neptu adalah hari lahir.1 Hal ini dibenarkan oleh KH. Mustofa Bisri dalam Fikih Keseharian Gus Mus mengatakan bahwa neptu merupakan angka hitungan hari dan pasaran.2 Neptu ialah eksistensi dari hari-hari atau pasaran tersebut. Weton/Neptu digunakan sebagai dasar semua perhitungan Jawa.
Neptu secara etimologi adalah nilai. Sedangkan neptu secara terminologi adalah angka perhitungan pada hari, bulan dan tahun Jawa.3
Setelah membahas neptu penulis akan membahasa mengenai weton. Dalam bahasa Jawa Weton berasal dari kata “wetu” yang berarti lahir atau keluar yang mendapat akhiran "an" sehingga berubah menjadi kata benda.4 Namun ada juga yang mengartikan weton dengan hari lahirnya seseorang dengan pasarannya (legi, pahing, pon, wage, kliwon).5 Sedangkan secara terminologi Weton adalah gabungan siklus
1http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/02/antara-weton-sifat-manusia-dan-ramalan-jodoh-561670.html
2 Mustofa Bisri, Fikih Keseharian Gus Mus (Surabaya: Khalista, 2005), 302.
3 R.M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992), 96.
4Lukmanul Hakim, Kamus Santri At Taufiq , Jawa Arab-Indonesia (Jepara: Al Falah Publisher)
5http://sabdalangit.wordpress.com/tag/tradisi-weton/
14
kalender matahari dengan sistem penaggalan Jawa yang terdiri dari jumlah 5 hari dalam setiap siklus (legi, pahing, pon, wage, kliwon).6
Bagi masyarakat Jawa "Weton" merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Selain itu weton juga dapat diartikan sebagai gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan kedunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya. Weton sering kali dihubungkan dengan ramalan mengenai karakter dan kepribadian seseorang.7
2. Sejarah dan Mitos Hitungan Weton Di Dalam Tradisi Dan Adat Pernikahan Masyarakat Jawa
Membicarakan mengenai tradisi atau kepercayaan masyarakat Jawa, memang pada saat ini tidak bisa dipisahkan dari adat kejawen warisan dari nenek moyang. Disamping itu orang-orang tua yang masih berada dilingkup desa yang masih mempercayai hal seperti itu sangat adil jika melaksanakan atau menerapkannya, karena mempercayainya sebagai wasiat yang tidak boleh ditinggalkan. Pernikahan merupakan sebuah fase peralihan kehidupan manusia dari masa muda ke masa keluarga, peristiwa tersebut sangat penting dalam proses pengintegrasian manusia di alam semesta ini, sehingga pernikahan disebut juga fase kehidupan baru bagi manusia, pernikahan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai suatu akad yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup
6 http://sabdalangit.wordpress.com/tag/tradisi-weton/
7 http://suaraterbaru.com/weton/umum/
15
sekali dalam seumur hidup, kesakralan tersebut melatar belakangi pelaksanaan pernikahan. Dalam tradisi masyarakat Jawa prosesi yang sangat selektif adalah ketika pemilihan calon menantu dan menentukan hari akad nikah bagi kedua calon mempelai, dari sini di harapkan agar dalam membentuk keluarga nanti dapat mencapai kedamaian dan kemakmuran. Di desa suruh khususnya dusun watu lanang ini jika menjelang pernikahan masih menggunakan pitungan weton (numerologi) Jawa atau dalam bahasa lain adalah neptu untuk menentukan cocok atau tidaknya dalam angka kelahiran antara calon mempelai laki- laki dan mempelai perempuan. Arti dari numerologi sendiri adalah angka, secara penjabaran tidak ditemukan tetapi dapat diartikan yaitu sistem yang menggunakan nama dan tanggal lahir Jawa (weton), arah mata angin untuk mengungkapkan kepribadian dan meramalkan masa depan. Tujuan utama adalah untuk mencapai kelanggengan dalam berkeluarga setelah menikah. Pada saat ini jika penerapan pitungan dilaksanakan maka muncul yang baru yaitu bahwasannya anak muda sekarang banyak yang tidak mempercayai hal- hal seperti itu, dengan cara sendiri mereka mencari pasangan hidupnya dalam arti (pacaran). Untuk menyebut kata lain dari pitungan Jawa ini adalah dengan sebutan tiba rampas yang artinya adalah mitos yang masih banyak dianut dan dipercayai oleh masyarakat Jawa untuk memilih jodoh melihat nilai neptu dari kedua calon pengantin. Yang dinamakan tiba rampas ini adalah neptu dari kedua belah pihak dijumlah dibagi tiga dan menghasilkan sisa berapa, jika sisa satu (1) agak kurang baik, jika hasilnya dua (2) baik dalam kehidupan rumah tangga, akan mudah mencari rizki, karena diantara
16
kedua belah pihak ada jarak mempelai yaitu sisa dua tersebut satu untuk calon suami dan yang satu untuk calon istri, dan apabila hasilnya habis atau nol (0) maka itu tidak boleh dilakukan, ketika dilakukan maka akan berat mencari penghasilan dan ada banyak rintangan baik dapat musibah yang bertubi-tubi dalam mengarungi kehidupan.
Terkait dengan mitos pitungan weton sendiri ada beberapa pandangan. Bahwasannya pitungan weton sendiri adalah tradisi yang biasanya dilakukan orang-orang dimasyarakat Jawa dalam memilih menantu (mantu) yang dihitung dari tanggal lahir antara laki- laki dan perempuan dan Pitungan ini diambil dari kalender Jawa.8 diantaranya adalah :
a. Sejarah Singkat Kalender Jawa
Orang Jawa pada umunya menggunakan Kalender Jawa Sultan Agung. Kalender ini merupakan penggabungan antara kalender Hijriyah yang dipakai orang Islam sejak hijrah Nabi Muhammad SAW dari mekah ke Madinah. Nama hari dalam Kalender Sultan Agung berasal dari kata- kata Arab yakni ahad, isnain, tsalasa, arba‟a, jum‟at, sabtu. Nama-nama itu dipakai sejak pergantian kalender Jawa asli atau kalender saka, menjadi kalender Jawa Sultan Agung yang nama Ilmiahnya Anno Javanico.9 Itu bukti akulturasi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang luar biasa. Dikalangan masyarakat Jawa para ahli kebudayaan hingga kini masih menggunakan pitungan Jawa dan primbon. Sultan Agung sendiri berusaha untuk membawa tradisi
8 M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gana Media,2000), Hal. 66
9 Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen , (Yogyakarta: EULE BOO, 2009), Hal. 182
17
pesantren Islam dengan tradisi kejawen dalam hal perhitungan. Dalam hal ini dalam lingkungan pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, sedangkan masyarakat kejawen menggunakan tahun saka. Pada tahun 1633 M beliau berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan model ini hampir seluruh kerajaan Mataram. Untuk perhitungan semacam tersebut keseluruhannya menyesuaikan tahun Hijriah berdasarkan bulan, untuk prhitungan tahun Jawa tetap menggunakan tahun saka yaitu tahun 78 M.
Sebelum bangsa hindu datang orang Jawa sudah memiliki kalender sendiri yang kita kenal sebagai Petangan jawi, yakni perhitungan Pranatamangsa dengan rangkaiannya bermacam-macam pitungan seperti wuku, prikelan, padewan, pandangan dan lain-lain. Kalender ini dapat dikatakan kalender kaum tani yang memanfaatkannya sebagai pedoman bekerja. Maka dari itu kalender Jawa mempunyai arti dan fungsi yang tidak hanya sebagai petunjuk dari tanggal dan hari libur atau bahkan hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut pitungan Jawa, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranatamangsa, wuku, dan lain- lain. Semuanya adalah warisan leluhur Jawa yang dilestarikan dalam kebijaksanaan Sultan Agung dalam kalendernya.
Kalender saka merupakan warisan dari Jaman hindu dan budha yang kemudian diganti dengan kalender Jawa atau kalender Sultan Agung yang berlaku sampai sekarang. Banyak orang dan kalender yang beredar membuat kesalahan dengan keterangannya bahwa kalender Jawa sama dengan kalender saka, padahal
18
berbeda10. Kalender saka dimulai pada tahun 78 Masehi. Permulaan itu konon dimulai pada mendaratnya Ajisaka di pulau Jawa. Ada pula yang mengabarkan, permulaannya adalah saat Raja Sari Wahana Ajisaka naik tahta di India. Ajisaka adalah tokoh mitologi yang konon menciptakan abjad huruf Jawa: ha na ca ra ka. Kalender yang tahunnya disebut saka dimulai pada tanggal 15 maret tahun 78 Masehi. Tahun masehi dan tahun saka keduanya menganut sistem solair yaitu mengikuti perjalanan bumi dan matahari dalam bahasa arab disebut syamsiyah11.
Kalender yang perpaduannya antara Jawa asli dan Hindu, Budha nama tahunnya saka dipakai oleh orang Jawa sampai 1633 M. Pada saat Sultan Agung Hanyakra Kusuma bertahta Raja Mataram yang terkenal patuh agama Islam itu mengubah kalender di Jawa secara revolusioner. Pada waktu itu kalender saka sudah berjalan sampai akhir tahun 1554. Angka 1554 diteruskan oleh kalender Sultan Agung dengan angka tahun 1555. Kalender saka mengikuti sistem solaiar dan kalender sultan agung mengikuti sistem lunair, perubahan kalender di Jawa mulai pada 1 sura tahun alip 1555, tepat pada tanggal 1 Muharram tahun 1034 Hijriyah tepat pula dengan tanggal 8 juli 1633 harinya jumat legi kebijakan ini terpuji sebagai tindakan sebagai seorang muslim dengan kemahiran yang tinggi dalam ilmu falak.12 Sri Agung merasa perlu mengubah kalender dan menyesuaikannya dengan kalender hijriyah deangan tujuan agar hari raya Islam yang dirayakan di Keraton Mataram dengan sebutan grebeg dapat dilaksanakan tepat sesuai pada hari dan tanggal yang
10 Purwadi, Petungan Jawa (Yogyakarta: Pinus, 2006), Hal. 9
11 Purwadi, Upacara Penegntin Jawa (Yogyakarta: Shaida,2007), Hal. 138
12 Purwadi, Horoskop Jawa (Yogyakarta: Media abadi, 2006) Hal. 9
19
tepat dengan ketentuan kalender Hijriyah. Kalender Sultan Agung dimulai pada tanggal 1 suro 1555 tahun Jawa atau tahun Sultan Agung memiliki ciriciri sebagai berikut; Pertama, Dasar perhitungannya lunair atau komariyah; Kedua, angka tahunnya meneruskan angka tahun saka dan di mulai dengan tanggal 1 suro tahun Alip 1555; Ketiga, Perhitungan Jawa yang dipakai dalam kalender saka seperti pranata mangsa, wuku dan lain-lain tetap dilesatarikan dalam kalender Jawa atau kalender sultan agung seperti diketahui petangan jawi adalah Jawa asli dan sebagai Hindu dan Budha.
Kalender adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan hari tanggal dan hari-hari keagamaan seperti terdapat dalam kalender Masehi. Kalender Jawa memiliki arti dan fungsi, tidak hanya sebagai petunjuk hari, tanggal dan hari libur atau hari keagamaan akan tetapi menjadi dasar dengan apa yang disebut petangan Jawa, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dan dilambangkan suatu hari, tanggal, bulan, tahun, dan lain-lain.13 Petungan Jawa sudah ada sejak dahulu merupakan catatan dari leluhur berdasarkan pengalaman berdasarkan baik buruk yang dicatat baik buruk pada primbon. Kata primbon berasal dari kata rimbun simpan atau simpanan maka primbon memuat bermacam-macam perhitungan oleh suatu generasi diturunkan di generasi berikutnya. Orang Jawa mempunyai kepercayaan untuk melakukan sesuatu kebanyakan menggunakan pitungan, adalah : pernikahan, panen,
13 Hariwijaya, Islam Kejawen (Yogyakarta: Glombang Pasang, 2006,), 245.
20
membangun rumah dan lainlain. di dalam petungan ada yang namanya neptu di setiap neptu ada nilainya sendiri-sendiri14
Nilai nilai hari, pasaran, dan bulan sebagai berikut:15
Nama Hari
Nilai
Minggu
5
Senin
4
Selasa
3
Rabu
7
Kamis
8
Jumat
6
Sabtu
9
Nama Pasaran
Nilai
Pon
7
Wage
4
Kliwon
8
Legi
5
Pahing
9
Tabel 2: Nilai dari Nama Pasaran
Nama Bulan
Nilai
Suro
7
Sapar
2
Rabiul awal
3
Rabiul akhir
5
Jumadiawal
6
Jumadilakir
1
Rejeb
2
Ruwah
4
Pasa
5
Sawal
7
Dulkidah
1
14 Kuswah indah.Jurnal kejawen (Yogyakarta: Narasi, 2006) 142.
15 Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna (Yogyakarta: CV. Buana Raya,
2001), 7
Tabel 1: Nilai dari Hari
21
Besar
3
Tabel 2: Nilai dari Nama Bulan
b. Perhitungan hari dan pasaran.
Menurut orang Jawa setiap hari dan Pasaran mempunyai watak sendiri. Hal ini berpengaruh terhadap sifat dan karakter seseorang. Berikut watak dari sifat hari dan sifat pasaran: 16
Sifat hari
a. Ahad, wataknya: samudana (pura-pura) artinya: suka kepada lahir, yang kelihatan.
b. Senin, wataknya: samuwa (meriah), artinya: harus baik segala pakaryan
c. Selasa, wataknya: sujana (curiga), artinya: serba tidak percaya.
d. Rabu, wataknya: sembada (serba sanggup, kuat), artinya : mantab dalam segala pakaryan.
e. Kemis, wataknya: surasa (perasa), artinya: suka berpikir (merasakan sesuatu) dalam-dalam.
f. Jumat, wataknya: suci, artinya bersih tingkah lakunya.
g. Sabtu, wataknya: kasumbung (tersohor), artinya suka pamer.
Sifat Pasaran
a. Pahing, wataknya: melikan, artinya suka kepada barang yang kelihatan.
b. Pon, wataknya, pamer artinya suka memamerkan harta miliknya.
c. Wage, wataknya kedher artinya kaku hati.
16 Purwadi, Horoskop Jawa (Yogyakarta: Media Abadi, 2006), 15.
22
d. Kliwon, wataknya micara artinya dapat mengubah bahasa.
e. Legi, wataknya komat artinya sanggup menerima segala macam keadaan
Dalam kebudayaan Jawa pada umumnya menggunakan hitungan untuk menentukan baik buruknya sesuatu yang akan dilakukan. Dalam kosmologi Jawa, manusia selalu berhubungan dengan pelbagai peristiwa melalui perhitungan angkaangka tertentu yang didasarkan pada hari, jam, tanggal, pasaran, bulan bahkan tahun yang di sebut petungan. Contoh yang jelas ketika orang Jawa mau mengadakan slametan maka waktunya harus ditetapkan berdasarkan petungan atau sistem nomerologi orang Jawa.
c. Perhitungan Sebelum Pernikahan
Dalam kebudayaan Jawa dalam melakukan segala sesuatu yang penting maka orang Jawa mempunyai kepercayaan untuk menghitung terlebih seperti khitan,bangun rumah, pindah tempat yang baru, dalam pernikahan dan lain-lain Perhitungan tersebut agar selamat dan tidak terjadi malapetaka, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak disangka-sangka. Perhitungan ini dilakukan Sebelum pernikahan lebih tepatnya ketika pemilihan calon jodoh/pengantin dilihat dulu hari, tanggal dan pasaran dari keduanya dan dihitung,
3. Mitologi Pasaran dan Hari
Sejak dahulu orang Jawa telah mempunyai “perhitungan” (petung Jawa) tentang pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Perhitungan itu meliputi baik buruknya pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Khusus tentang hari dan pasaran terdapat di dalam mitologi sebagai berikut :
23
1. Batara Surya (Dewa Matahari) turun ke bumi menjelma menjadi Brahmana Raddhi di gunung tasik. Ia menggubah hitungan yang disebut Pancawara (lima bilangan) yang sekarang disebut Pasaran yakni: Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon nama kunonya: Manis, Pethak (an), Abrit (an), Jene (an), Cemeng (an), kasih. (Ranggowarsito R.NG.I : 228)
2. Kemudian Brahmana Raddhi diboyong dijadikan penasehat Prabu Selacala di Gilingwesi sang Brahmana membuat sesaji, yakni sajian untuk dewa-dewa selama 7 hari berturut-turut dan tiap kali habis sesaji, hari itu diberinya nama sebagai berikut :
a. Sesaji Emas, yang dipuja Matahari. Hari itu diberinya nama Radite, nama sekarang: Ahad
b. Sesaji Perak, yang dipuja bulan. Hari itu diberinya nama: Soma, nama sekarang: Senen.
c. Sesaji Gangsa (bahan membuat gamelan, perunggu) yang dipuja api, hari itu diberinya nama: Anggara, nama sekarang Selasa
d. Sesaji Besi, yang dipuja bumi, hari itu diberinya nama: buda, nama sekarang: Rebo
e. Sesaji Perunggu, yang dipuja petir. Hari itu diberinya nama: Respati, nama sekarang: Kamis
f. Sesaji Tembaga, yang dipuja Air. Hari itu diberinya nama: Sukra, nama sekarang: Jumat
24
g. Sesaji Timah, yang dipuja Angin. Hari itu diberinya nama : Saniscara disebut pula: Tumpak, nama sekarang : Sabtu.
Nama hari-hari tersebut adalah nama hari-hari dalam Kalender Sultan Agung, yang berasal dari kata-kata Arab (akhad, isnain, tsalasa, arba‟a, khamis, jum‟at, sabt). Nama-nama itu, dipakai sejak pergantian Kalender Jawa-Asli yang disebut Saka menjadi kalender Jawa/Sultan Agung yang nama ilmiahnya Anno Javanico ( AJ ). Pergantian kalender itu mulai 1 sura tahun Alip 1555 yang jatuh pada 1 Muharam 1042 = Kalender masehi 8 Juli 1633. Itu hasil perpaduan agama Islam dan kebudayaan Jawa.
Angka tahun AJ itu meneruskan angka tahun saka yang waktu itu sampai tahun 1554. Sejak itu tahun saka tidak dipakai lagi di Jawa, tetapi hingga kini masih digunakan di Bali. Rangkaian kalender saka seperti: Nawawara (hitungan 9 atau pedewaan), Paringkelan (kelemahan makhluk), Wuku (30 macam a‟7 hati, satu siklus 210 hari), dan lain-lain dipadukan dengan kalender Sultan Agung (AJ) tersebut. Keseluruhan merupakan petungan (perhitungan) Jawa yang dicatat dalam Primbon. Dikalangan suku Jawa, sekalipun di lingkungan kaum terpelajar, tidak sedikit yang hingga kini masih menggunakannya (baca: mempercayai) primbon.
Hitungan Pasaran yang berjumlah lima itu menurut kepercayaan Jawa adalah sejalan dengan ajaran “Sedulur papat, kalima pancer“ empat saudara sekelahiran, kelimanya pusat. Ajaran ini mengandung pengertian bahwa badan manusia yang berupa raga, wadag, atau jasad lahir bersama empat unsur atau roh yang berasal dari, Tanah, Air, Api Dan Udara. Empat unsur itu masing-masing mempunyai tempat di
25
kiblat empat. Faktor yang kelima bertempat di pusat, yakni di tengah. Lima tempat itu adalah juga tempat lima pasaran, maka persamaan tempat pasaran dan empat unsur dan kelimanya pusat itu adalah sebagai berikut :
1) Pasaran Legi bertempat di timur, satu tempat dengan unsur udara, memancarkan sinar (aura) putih.
2) Pasaran Paing bertempat di selatan, salah satu tempat dengan unsur Api, memancarkan sinar merah.
3) Pasaran Pon bertempat di barat, satu temapt dengan unsur air, memancarakan sinar kuning.
4) Pasaran Wage bertempat di utara, satu tempat dengan unsur tanah, memancarkan sinar hitam
5) Kelima di pusat atau di tengah, adalah tempat Sukma atau Jiwa, memancarkan sinar manca warna (bermacam-macam)
Dari ajaran sadulur papat, kalima pancer dapat diketahui betapa pentingnya Pasaran Kliwon yang tempatnya ditengah atau pusat (sentrum) tengah atau pusat itu tempat jiwa atau sukma yang memancarkan daya–perbawa atau pengaruh kepada “Sadulur Papat” atau Empat Saudara (unsur) sekelahiran. Satu peredaran “Keblat papat kalima pancer“ itu dimulai dari timur berjalan sesuai dengan perputaran jam dan berakhir di tengah (pusat) Peta dari jalannya dapat digambarkan sebagai berikut :
Menep ing rahsa sateleng kalbu ,Amatek cipta ambasuh sukma, Sumunaring raga ambudidaya, Nora iguhing palena pikir, Imaningsun anuju dhat luhur, Nembah asaling muasal, Oncat hawa lereming asepim Budoyo Djowo,
26
Mengutip satu tembang Jawa, “Tak uwisi gunem iki” saya akhiri pembicaraan ini, “Niyatku mung aweh wikan” niat saya hanya ingin memberi tahu, “Kabatinan akeh lire” kabatinan banyak macamnya,” Lan gawat ka liwat-liwat” dan artinya sangat gawat, “Mulo dipun prayitno” maka itu berhati-hatilah, “Ojo keliru pamilihmu” Jangan kamu salah pilih, “Lamun mardi kebatinan” kalau belajar kebatinan
Tembang ini menggambarkan nasihat seorang tetua (pinisepuh) kepada mereka yang ingin mempelajari kabatinan cara kejawen. Kiranya perlu dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan antara kawula (manusia) dan Gusti (Pencipta) atau pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total. Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Tuhan, yang mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur. beberapa “lelaku” harus dipraktekkan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap.Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua orang serta melalui kebersihan hati dan tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu hayuning bawono. Ati suci jumbuhing Kawulo Gusti hati suci itu adalah hubungan yang serasi antara Kawulo dan Gusti, adat kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami dan mencari makna dan hakekat hidup yang mengandung nilai spiritual kepada Gusti kang moho kuoso.
27
Dalam budaya Jawa dikenal adanya simbolisme, yaitu suatu faham yang menggunakan lambang atau simbol untuk membimbing pemikiran manusia kearah pemahaman terhadap suatu hal secara lebih dalam.Manusia mempergunakan simbol sebagai media penghantar komunikasi antar sesama dan segala sesuatu yang dilakukan manusia merupakan perlambang dari tindakan atau bahkan karakter dari manusia itu selanjutnya. Ilmu pengetahuan adalah simbol-simbol dari Tuhan, yang diturunkan kepada manusia, dan oleh manusia simbol-simbol itu ditelaah dibuktikan dan kemudian diubah menjadi simbol-simbol yang lebih mudah difahami agar bisa diterima oleh manusia lain yang memiliki daya tangkap yang berberda-beda.
Kisah suku Jawa diawali dengan kedatangan seorang “Satria Pinandita” yang bernama Aji Saka, sampai kemudian Satria itu menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut diakui menjadi huruf Jawa dan digunakan sebagai tanda dimulainya penanggalan tarikh Caka.
HA=1 NA=2 CA=3 RA=4 KA=5
DA=6 TA=7 SA=8 WA=9 LA=10
PA=11 DHA=12 JA=13 YA=14 NYA=15
MA=16 GA=17 BA=18 THA=19 NGA=20
Kejawen adalah faham orang Jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke Jawa. Kejawen mengakui adanya Tuhan Gusti Allah tetapi juga mengakui mistik yang berkebang dari ajaran tasawuf agama-agama yang ada.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi dan tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis
28
dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah Dzat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan sebagainya. Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu medoakan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan seribu harinya setelah seseorang meninggal (tahlhilan). Dan tindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang. Perkembangan budaya Jawa yang mulai tergilas oleh perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang Jawa dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir bagaimana bisa membuktikan hal ghaib secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode tanpa mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu kehilangan unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian. Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu adalah simbol dari hakikat kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga) yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke empatnya dipercaya akan memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun dengan adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu tidak lagi menjadi syarat pembangunan rumah.Dengan analisa tersebut dapat
29
diperkirakan bagaimana nantinya faham simbolisme akan bergeser dari budaya Jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh kehidupan manusia tapi kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai kapanpun simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya sangkakala.
4. Manfaat dan Dampak Dari Pemilihan Tanggal Lahir (Weton) di Dalam Menentukan Pasangan Hidup
Manfaat Ritual Weton Dari penghayatan dan pengamalan ritual weton yang luhur ini tentu akan membawa dampak baik bagi para pengamalnya. Antara lain :
Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME dan rasa terimakasih kepada kedua orang tua.
Meningkatkan iman kepada Tuhan, dan berbakti kepada orang tua.
Sebagai salah satu momen untuk berintropeksi diri, ingat kembali kepada kodrat dan tugas sebagai manusia di muka bumi.
Kembali mengenal setiap unsur yang menyertai diri manusia hidup dimuka bumi ini, yaitu para Sedulur Sejati. Ada pula yang mengartikan Sedulur Papat Kalimo Pancer.
InsyaAllah, dari pengalaman telah terbukti dapat membawa dampak baik bagi kerejekian para pengamalnya. Akan membuka pintu rejeki yang luas dari segala penjuru mata angin.
Diberikan keselamatan dari segala macam bahaya yang nyata maupun magis (sihir).
30
Dan berbagai manfaat positif lainnya sesuai dengan penghayatan yang bisa dicapai oleh para pengamalnya.
Semua bisa terjadi bila semata-mata ada rahmat dari Tuhan Yang Maha Welas Asih
B. Tinjauan Umum Memilih Pasangan Hidup
1. Pengertian Memilih Pasangan Hidup
Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua dari anak–anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya didasari dengan memilih calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008).17
Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individu tersebut.
17 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24577/4/Chapter%20II.pdf
31
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memilih Pasangan Hidup
Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup yang sesuai menurut individu tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun, meskipun banyak faktor yang mempengaruhinya, umumnya terbagi ke dalam dua kategori, yaitu latar belakang keluarga dan karakteristik personal.
a. latar belakang keluarga
Latar belakang keluarga, akan sangat mempengaruhi individu, baik ketika ingin menjadi pasangan hidup atau akan melakukan pemilihan pasangan. Pada saat melakukan pemilihan pasangan dan setelah memilih pasangan, melihat latar belakang dari calon pasangan akan sangat membantu dalam mempelajari sifat calon pasangan yang sudah dipilih. Dalam mempelajari latar belakang keluarga dari calon pasangan, ada dua hal yang juga akan diperhatikan, yaitu:
1) Agama18 dan kepercayaan
Di Indonesia, hal ini terkadang menjadi faktor utama dalam memilih pasangan. Terlebih, bila orang itu beragama Islam. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakat Indonesia menganut agama Islam dan masih menjalankan kehidupan agamanya, terutama dalam pernikahan. Oleh karena itu, pilihan agama menjadi priorotas utama dalam memilih pasangan. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW yang berbunyi:
عنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمْ قَالَ – : تنكح المرءة لأربع: لمالها ولنسبها ولجمالها ولدينها
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكْ )رواه بخارى و مسلم و ابو داوود(
18 Machfud Ilahi, Cara Memilih Pasangan Yang Baik Menurut Agama Islam, diakses dari http://solafussholeh.blogspot.com/2013/09/cara-memilih-pasangan-yang-baik-menurut.html pada tanggal 09 Januari 2014 pukul 01.40 WIB
32
Artinya: “Seorang wanita biasanya dinikahi karena empat hal,yaitu karena hartanya, karena nasabnya (keturunannya), karena kecantikannya dank arena agamanya. Maka utamakan memilih istri (wanita) karena agamanya. Kamu akan merugi (bila tidak memilih karena agamanya).” (HR. Bukhari,Muslim)19
Selain itu, dengan asumsi bahwa pernikahan yang mempunyai latar belakang agama yang sama akan lebih stabil, dan dengan prinsip bahwa agama mempunyai kemungkinan anak–anak akan tumbuh dengan keyakinan dan moral yang sesuai dengan standar masyarakat.
2) Kelas Sosioekonomi
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kepuasan pernikahan yang baik adalah jika memilih pasangan dengan status sosioekonomi yang baik. Apabila seorang individu memilih pasangan yang dengan status ekonomi yang rendah, kemungkinan kepuasan pernikahannya akan kurang baik bila dibandingkan dengan individu yang memilih pasangan yang berasal dari kelas ekonomi yang tinggi.
3) Pendidikan dan inteligensi
Secara umum ada kecenderungan pada pasangan untuk memilih pasangan yang mempunyai perhatian mengenai pendidikan. Pernikahan dengan latar belakang pendidikan yang sama pada kedua pasangan akan lebih cocok bila dibandingkan dengan pernikahan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda
4) Pernikahan antar ras atau Suku
Pernikahan antar rasa tau antar suku masih menjadi permasalahan dalam masyarakat. Banyak masalah yang terjadi ketika seorang individu memiliki hubungan dengan
19 Riwayat Bukhari, no. 5090
33
individu yang mempunyai perbedaan suku atau ras. Permasalahan yang terjadi bukan pada pasangan tersebut, tetapi permasalahan suku atau ras ini berasal dari keluarga, teman ataupun masyarakat disekitar. Secara umum, tanpa adanya dukungan dari keluarga atau teman, hubungan dengan perbedaan suku atau ras juga tidak akan terjadi.
5) Kepercayaan (weton)20
Hal ini terkadang masih kerap dipakai oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa. Mereka meyakini, kebahagiaan seseorang bisa dilihat dari seton dan neptu kedua pasangan itu baik itu dilihat dari hari ataupun tanggal lahirnya. Seperti contoh weton dan neptu bila dilihat dari hari kelahirannya sebagai berikut:
Hari kelahiran mempelai laki-laki dan mempelai wanita, apabila :
Ahad dan Ahad, sering sakit
Ahad dan Senin, banyak sakit
Ahad dan Selasa, miskin
Ahad dan Rebo, selamat
Ahad dan Kamis, cekcok
Ahad dan Jumat, selama
Ahad dan Sabtu, miskin
Senen dan Senen, tidak baik
Senen dan Selasa, selamat
Senen dan Rebo, anaknya perempuan
Senen dan Kamis, disayangi
Senen dan Jumat, selamat
20 http://insicoico.blogspot.com/2013/06/hitungan-perjodohan-pernihakan.html
34
Senen dan Sabtu, direstui
Selasa dan Selasa, tidak baik
Selasa dan Rebo, kaya
Selasa dan Kamis, kaya
Selasa dan Jumat, bercerai
Selasa dan Sabtu, sering sakit
Rebo dan Rebo, tidak baik
Rebo dan Kamis, selamat
Rebo dan Jumat, selamat
Rebo dan Sabtu, baik
Kamis dan Kamis, selamat
Kamis dan Jumat, selamat
Kamis dan Sabtu, celaka
Jumat dan Jumat, miskin
Jumat dan Sabtu celaka
Sabtu dan Sabtu, tidak baik
b. Karakteristik Personal
Ketika seorang individu memilih seorang teman hidup untuk menghabiskan sisa hidup, kecocokan adalah hal yang juga diperlukan. Ada faktor – faktor yang juga dapat mendukung kecocokan dari pemilihan pasangan, yaitu21 :
1) Sikap dan Tingkah Laku Individu
21 Degenova, intimate relationships, marriages, and families (United States of America: McGraw Hill, 2008), Hal. 56
35
Pencarian pemilihan pasangan yang didasarkan pada sifat individu, berfokus pada fisik, kepribadian, dan faktor kesehatan mental. Beberapa sifat dari kepribadian seseorang mungkin akan dapat membuat suatu hubungan menjadi susah untuk mempunyai hubungan yang bahagia. Sifat yang muram seperti depresi dapat menyebabkan hubungan pernikahan yang lebih negative dan dapat menuruknkan kualitas dari hubungannya itu sendiri. Sifat yang ramah dapat menyebabkan suatu hubungan pernikahan menjadi lebih positif dan stabil
2) Perbedaan Usia22
Salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah perbedaan usia. Secara umum, rata–rata perbedaan usia yang dimilki oleh setiap pasangan adalah dua tahun. Ada banyak pertimbangan dalam keadaan untuk menuju kualitas pernikahan yang baik, yaitu dengan merenungkan pernikahan dengan individu yang lebih tua atau lebih muda. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan muda menikah dengan pria yang lebih tua itu seperti siap menjadi janda di usia muda, tetapi ketika keduanya adalah pria yang tua dan perempuan tua, mereka cenderung hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak mereka muda.
3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai
Kecocokan dalam hubungan pernikahan akan semakin meninggi jika pasangan itu mengembangkan tingkatan kesamaan sikap dan nilai mengenai sesuatu yang penting untuk mereka. Individu yang saling berbagi sikap dan nilai biasanya akan lebih merasa nyaman satu sama lain. Stres akan kurang terjadi antara satu sama lain, karena ada penyesuaian diri yang dilakukan.
22Kun Sila Ananda, jarak usia ideal antar pasangan http://www.merdeka.com/gaya/berapa-jarak-usia-ideal-antar-pasangan.html
36
4) Peran Gender dan Kebiasaan Pribadi
Kecocokan tidak hanya berdasarkan sikap dan nilai, tapi juga berkaitan dengan perilaku. Pasangan akan lebih merasa puas dan mendapatkan kehidupan pernikahan yang baik apabila pasangannya dapat membagi harapan yang sama mengenai peran gender dan apabila dapat saling bertoleransi mengenai kebiasaan–kebiasaan dari pasangan. Salah satu pengukuran dari kecocokan dalam suatu pernikahan adalah persamaan harapan dari peran pria dan wanita Setiap pria pasti mempunyai berbagai peran yang harus ditunjukkan sebagai seorang pria dan peran seperti apa yang harusnya ditunjukkan sebagai sepasang suami istri. Setiap wanita juga mempunyai beberapa konsep dari peran yang harus ditunjukkannya sebagai seorang istri dan berbagai harapan mengenai harapan dari peran sebagai pasangan suami istri yang harus ditunjukkannya. Apa yang diharapkan oleh keduanya dan apa yang diinginkannya mungkin akan berbeda. Leigh, Holman dan Burr (dalam Degenova, 2008) menemukan bahwa individu yang telah berhubungan selama setahun lebih tidak memiliki kecocokan dalam peran dibanding ketika mereka pertama sekali berhubungan. Ini mengindikasikan bahwa kecocokan dalam peran tidak begitu penting untuk melanjutkan satu hubungan. Bagaimanapun hal itu baru akan menjadi penting setelah keduanya menikah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Ada proses yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam melakukan pemilihan pasangan, yaitu area yang ditentukan (the field of elogibles), kedekatan (propinquity), daya tarik (attraction),
37
homogamy dan heterogamy, dan kecocokan (compability). Dalam pemilihan pasangan, juga terdapat faktor–faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor latar belakang keluarga yang terdiri dari kelas sosioekonomi, pendidikan, usia, agama dan suku juga faktor karakteristik personal yang terdiri dari sikap dan tingkah laku individu, perbedaan usia, kesamaan sikap dan peran gender.
38
BAB III
TINJAUAN MENGENAI MADZAH IMAM SYAFI’I
A. Biografi Singkat Mengenai Imam Syafi’i
Nama lengkap dari Imam Syafi‟i adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Muthalib ibnu Abdul Manaf ibnu Qushay al-Quraisy. Beliau dilahirkan di tanah Khuzzah (Palestina) pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Al-Imam Syafi‟i di kenal sebagai pendiri madzhab Syafi‟iyyah. Al Imam As-Syafi‟i ra. Dan beliau wafat di Mesir tepat pada hari jum‟at 30 Rajab tahun 204 H (819 M).
Adapun Abdul Manaf bin Qushay yang merupakan kakek kesembilan dari Imam Syafi‟i adalah kakek keempat dari baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Jadi nasab Imam Syafi‟i ra bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW. Tepatnya pada Abdul Manaf.1
Adapun nasab Imam Syafi‟i ra dari pihak ibu adalah Fatimah binti Abdillah bin Husain bin Ali bin Abi Thalib ra. Dengan demikian, ibu Imam Syafi‟i ra adalah cucu dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan merupakam menantu dari baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Dalam sejarah juga ditemukan, bahwa Said bin Yazid kakek Imam Syafi‟i adalah sahabat Nabi Muhammad SAW.
Imam Syafi‟i ra adalah putra dari suami istri yang sama-sama berdarah Quraisy. Ayah beliau tergolong miskin dan sering meninggalkan Makkah untuk
1Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, (Jakarta : Logos 1997), cet 3, hal 120
39
mencari kehidupan yang lebih baik dan layak di Madinah. Akan tetapi, di kota itu ayah beliau tidak menemukan apa yang dimaksudkan. Kemudian ayah beliau bersama keluraganya pindah ke Khuzzah dan meninggal dunia di sana, dua tahun setelah kelahiran Imam Syafi‟i ra.2
Silsilah Imam Syafi‟i3
Imam Syafi‟i tumbuh dalam asuhan ibunya dalam kemiskinan serta serba kekurangan. Meski demikian, Imam Syafi‟i selalu hadir di majlis para ulama untuk
2Abdur Rahman Al-Syarqawi, Al Hamid Al Husaini Et.II (terj) Riwayat Sembilan Madzhab Al Imam Madzhab (Bandung : Pustaka Hidayah, 2000) Cet-1, hal. 382
3Ahmad Nahrawi Abdussalam, Al Imamu Asy-Syafi‟i Fi Madzhabiyah Al Qodim Al Jadid, (Indonesia: tt 1994), hal 24
ABDUL MANAF
ABDUL MUTHALIB
PAMAN RASULULLAH sawSAW
HASYIM
AS’AD
ABDUL MUTHALIB
HASYIM
FATIMAH
ABDULLAH
ABDUL YAZID
ALI R.A
NABI MUHAMMAD SAW
ABID
As-SAIB
SYAFI’I
USMAN
AL ABBAS
IDRIS
MUHAMMAD
IMAM SYAFI’I
I
40
menuntut ilmu dan menuliskan berbagai macam pengetahuan pada tulang, pelepah kurma dan lain-lain, karena beliau tidak mampu membeli buku dan kertas, sehingga tulang dan pelepah kurma itu memenuhi kamar beliau.4
Meskipun beliau dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam keadaan satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan Imam Syafi‟i rendah diri apalagi malas belajar, malah sebaliknya beliau bahkan menjadi giat mempelajari ilmu hadits dari ulama-ulama ahli hadits pada masa itu. Pada usianya yang masih relatif muda beliau telah mampu menghafal Al-Quran dengan sempurna.5 Dalam usia kanak-kanak, Imam Syafi‟i ra diikut-sertakan belajar pada satu lembaga pendidikan di kota Makkah. Akan tetapi, ibunda beliau tidak memiliki biaya pendidikan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya guru yang mengajarkan hanya terbatas memberikan pelajaran kepada anak-anak yang sudah besar. Akan tetapi setelah ia mengetahui bahwa setiap apa yang telah diajarkan kepada beliau dapat dimengerti dan diterima dengan baik, maka sang guru pun mengijinkan Imam Syafi‟i untuk mengikuti pembelajaran yang diajarkan. Karena setiap kali sang guru berhalangan hadir Imam Syafi‟i ra mampu menggantikan gurunya untuk meneruskan apa yang telah diajarkan kepadanya kepada murid-murid yang lain. Keadaan itu berlangsung hingga beliau berkesempatan belajar Al Qur‟an dan menghafalkanya dalam usia
4Abu Maahib Abdil Wahib Bin Al Anshary Al Sya‟rani, Al Thabaqatul Qubra Jilid 1 (Mesir: Darul Fikri, 1954) Hal 50
5Muhammad Jawad Mugniyyah, Fiqih Lima Madzhab (Bandung : Pustaka Hidayah 2000) Cet 1 Hal. 382
41
tujuh tahun. Untuk itu, beliau turut serta belajar pada ulama-ulama ahli tafsir dan hadits. Pada saat itu kertas sangat mahal dan langka, untuk mencatat semua pelajaran yang telah diajarkan beliau mengumpulkan kepingan-kepingan tulang yang besar dan lebar. Bahkan, beliau mengandalkan ingatannya dengan cara mengahafalnya. Dengan kebiasaaan menghafal tersebut, beliau memiliki daya ingat yang sangat kuat.
Pada usia 10 tahun beliau sudah membaca seluruh isi kitab Al Muwatha‟ karangan Imam Malik. Dan pada umur 15 tahun beliau telah menduduki kursi mufthi di Makkah. Setelah menghafal kitab Al Muwatha‟ beliau sangat berhasrat untuk menemui dan berguru langsung kepada pengarangnya (Imam Malik).
Kemudian beliau meminta izin kepada ibunya untuk berangkat ke Madinah Al-Munawarrah untuk belajar kepada Imam Malik bin Anas ra. Dan ibunda beliau mengijinkan beliau untuk pergi belajar di Madinah Al Munawarah. Pada saat itu beliau baru berumur kurang lebih dua puluh tahun. Sebelumnya beliau menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk bertemu dan mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik bin Anas ra. Yakni untuk keperluan itu beliau mencari kitab Al Muwatha‟. Dalam kitab itulah Al Imam Malik bin Anas ra menuangkan semua pemikiranya tentang ilmu fiqh dan hadits-hadits Nabi yang dipandang shahih sanadnya. Beliau berhasil menemukan kitab yang beliau maksud dan pada akhirnya beliau mampu menguasai dan mengahafal kitab yang dikarang oleh Al Imam Malik bin Anas ra. Lalu beliau meminta izin gurunya yang ada di Makkah untuk pergi berguru pada Imam Malik di kota Madinah. Diriwayatkan bahwa daam perjalanan menuju
42
Makkah ke Madinah yang ditempuh selama delapan hari, dan selama perjalanan itu Imam Syafi‟i mengkhatamkan Al-Qur‟an sampai 16 kali. Setibanya di Madinah beliau langsung shalat di masjid Nabawi lalu diteruskan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, dan kemudian menemui Imam Malik.
Selama di Madinah, beliau tinggal di rumah Imam Malik. dan Imam As-Syafi‟i sangat disayang oleh Al Imam Malik dan beliau diberi tugas mendiktekan isi kitab Al Muwatha‟ kepada murid-murid Imam Malik.
Imam Syafi‟i merupakan manusia dua zaman, yakni lahir pada masa pemerintahan Bani Ummayah dan wafat pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah.
Ketika Imam Syafi‟i berumur 19 (sembilan belas) tahun. Muhammad Al-Mahdi digantikan oleh Musa Al-Mahdi (169-170H/785-786M). Ia berkuasa hanya satu tahun. Kemudian digantikan oleh Sultan Harun Al-Rasyid (170-194H/786-809M). Pada awal kekuasaan Sultan Harun Al-Rasyid digantikan oleh AMIN (194-189H/809-813M) dan Amin digantikan oleh Al-Makmun (198-218H/813-833M).
Imam Syafi‟i belajar ilmu hadits dan fiqh di Makkah. Setelah itu beliau pindah ke Madinah untuk belajar kepada imam malik. Ketika Imam Malik ra wafat pada tahun 179 H, Imam Syafi‟i ingin memperbaiki taraf hidupnya. Secara kebetulan, ketika itu gubernur Yaman datang ke Makkah. Atas bantuan beberapa
43
orang Quraisy, Imam Syafi‟i diangkat oleh gubernur tersebut menjadi pegawai di kota Yaman.6
Nasib baik Imam Syafi‟i untuk memperbaiki taraf hidupnya tidak berjalan lama karena gubernur Yaman yang mengangkat beliau menjadi pegawai, menuduh beliau telah bersekongkol dengan ahlul bait untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahannya. Pada tah un 184 H, Imam Syafi‟i dapat melepaskan diri dari tuduhan tersebut atas bantuan dari seorang Qodhi (hakim) di Baghdad yang bernama Muhammad Ibn Al-Hasan Al-Syaibani (teman dan pegawai Abu Hanifah). Khalifah Harun Al-Rasyid memerintahkan supaya Imam Syafi‟i di datangkan ke Baghdad bersama sembilan orang lainya, Kemudian beliau berguru kepada Muhammad Ibn Al-Hasan Al As-Syaibani dan yang lainya untuk mempelajari ilmu fiqh di Irak. Sejak saat itu beliau dikenal secara luas oleh oleh penduduk Baghdad, dan mulai banyak orang yang datang untuk belajar kepada beliau, dan pada saat itulah Madzhab Syafi‟i mulai dikenal.7
Kemudian setelah beliau mempelajari ilmu fiqh di tanah Irak dan madinah Imam Syafi‟i kembali ke Makkah, Imam Syafi‟i mengajarkan ilmu fiqh dalam dua corak yaitu corak Irak dan corak Madinah, beliau mengajar di Masjidil Haram selam 9 (sembilan) tahun. Dan pada waktu itulah, beliau menyusun Thuruq Al-Istimbath Al-Ahkam.
6 T.M Hashbi Ash Shidiqi, Pokok Pegangan Imam-Imam Madzhab Dalam Membina Hukum Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1973) Jilid 1, H.236
7Muhammad Jawad Mugniyah, Op, Cit h. XXIX
44
Pada tahun 195 H, Imam Syafi‟i kembali ke Baghdad untuk melakukan diskusi fiqh, beliau tinggal di Baghdad untuk yang kedua kalinya selam dua tahun lebih beberapa bulan. Beliau tidak tinggal di Baghdad karena pemerintahan dipegang oleh Al-Makmun (198) dari dinasti Bani Abbas. Dan Al-Makmun cenderung berpihak kepada unsur Persia yang ketika itu telah dilakukan penerjemah buku-buku filsafat secara besar-besaran diantaranya dilakukan oleh Hunain ibn Ishak yang telah menerjemahkan lebih dari 20 buku dan kitab kedalam bahasa Arab.8 Dan dekat dengan kepada Mu‟tazilah. Bahkan, Mu‟tazilah dijadikan Madzhab negara secara resmi yang berakhir dengan kasus mihnat. Sedangkan Imam Syafi‟i cenderung menjauhkan diri dari orang-orang mu‟tazilah. Ketika Al-Makmun meminta Imam Syafi‟i untuk menjadi hakim besar di Baghdad, Imam Syafi‟i menolaknya dan beliau keluar dari Baghdad dan menuju ke Mesir.9
Dalam perjalananya ke negeri-negeri itu, maka bertambahlah ilmu pengetahuan beliau tentang keadaan penghidupan dan tabiat manusia. Misalnya keadaan yang menimbulkan perbedaan adat dan akhlak, hal ini sangat berguna bagi beliau sebagai alat untul mempertimbangkan hukum dan peristiwa-peristiwa yang akan beliau hadapi. Kemudian beliau diminta oleh Khalifah Harun Al-Rasyid untuk supaya tetap tinggal di Baghdad, dan setelah beliau menetap di Baghdad beliau mulai menyiarkan agama dan pendapat-pendapat beliau pun diterima oleh semua lapisan masyarakat di Baghdad. Beliau bergaul baik dengan rakyat maupun
8 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme (jakarta UI Press,1973) h 11-12
9 TM hasbi as Shidiqi op cit h 238, lihat pula Ahmad Nahrawi , Abd Al Salam op cit h 78-84.
45
dengan pemerintahan, bertukar fikiran dengan para ulama-ulama (terutama dengan para sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah) sehingga dengan pergaualan dan pertukaran fikiran itu beliau menyusun pendapat “Qoul Qadim”(pendapat beliau yang pertama). Kemudian beliau kembali ke Makkah hingga tahun 189 hijriyyah. Pada tahun itu pula beliau pergi ke Mesir, dan disana beliau menyusun pendapat beliau yang baru “Qaul Jadid”. Kata-kata beliau yang perlu menjadi perhatian terutama bagi ulama yang mendukung dan mengikuti Madzhab Syafi‟i ialah : “Apabila hadist itu sah, maka itulah madzhabku dan buangah perkataanku yang timbul dari ijtihadku”. Dan pengikut Madzhab Syafi‟i yang terbanyak ialah di Mesir, Kurdistan, Yaman, Aden, Hadramaut, Makkah, Pakistan, dan Indonesia.10
Imam Syafi‟i pertama kali mengembangkan ajaran Madzhabnya di Baghdad (Irak), lalu ke Makkah dan di kota inilah beliau mengadakan majelis ilmu. Kemudian beliau kembali ke Baghdad pada tahun 199 H. Lalu tak berselang lama beliau melanjutkan perjalanan ke Mesir. Pada waktu itu, kesuburan ilmu Imam Syafi‟i telah sampai puncaknya. Membentuk madzhab jadid-nya dan melepaskan madzhab qodim-nya yang dibentuknya ketika masih di Irak. Dan di kota inilah Imam Syafi‟i mengimla‟kan (mendiktekan) kitabnya kepada murid-muridnya.11
Sejak awal kedatangan beliau di Mesir tahun 199 H dan dalam usia 50 tahun. Penduduk negeri Mesir memberi gelar pada Imam Syafi‟i dengan gelar
10 H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994) Cet 46, Hal 10.
11Prof. Dr. Muhammad Shalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, h. 77
46
“Qadhi As Syariah” (hakim syariat) meskipun ia tidak pernah pernah menjabat tugas kenegaraan sebagai Qadhi atau hakim. Sebutan tersebut menunjukkan betapa tinggi penilaian masyarakat Islam di Mesir terhadap seorang Imam fiqh yang berwawasan luas dan berilmu Syariat sangat dalam. Di Mesir Imam As-Syafi‟i ra menyaksikan gejala di tengah-tengah kehidupan, peradaban, kemajuan serta perbandingan ganda (mendua) antara Islam dan peradaban Mesir kuno serta peradaban Yunani. Gejala-gejala itu tidak dikenal oleh Imam Syafi‟i sebelum kedatangan beliau di negeri Mesir. Pada masa kedatangan Imam Syafi‟i di Mesir, masyarakat muslim Mesir sering kali di guncang oleh fanatisme madzhab yang ekstrem di kalangan para penganut madzhab fiqh al Imam Malik (ahlul hadits).
Mereka melancarkan permusuhan keras terhadap penganut madzhab lainya. Seperti para penganut madzhab Imam Layts dan terutama sekali terhadap penganut madzhab fikih Imam Abu Hanifah An-Nu‟man (Ahlul Ra‟yi). Padahal antara Imam Al-Layts dan Imam Malik tidak pernah terjadi pertengkaran mengenai soal-soal fiqh dan hadits. Beberapa perbedaan pendapatan di antara kedua Imam tersebut tidak pernah menimbulkan pertikaian, apalagi permusuhan. Demikian halnya dengan Imam Abu Hanifah, yang paling ekstrem tenggelam dalam fanatisme kemadzahaban adalah para penganut Madzhab Ahlul Hadits (Maliki). Mereka gemar melakukan provokasi dengan mengejek pihak lain untuk memancing perselisihan dan pertengkaran bahkan perkelahian. Sebaliknya penganut Madzhab Ahlul Ra‟yi (Hanafi) membalas ejekan dengan cemoohan lawanya (penganut madzhab ahlul hadits) dengan cemoohan yang sama kerasnya. Kenyataan itulah
47
yang dialami oleh Imam Syafi‟i di Mesir, beliau menentang tindakan-tindakan seperti itu, baik yang di dorong oleh kefanatikan kepada ahlul hadits maupun kefanatikan kepada ahlul ra‟yi. Pada mulanya Imam Syafi‟i agak cenderung kepada ahlul hadits kerena beliau sendiri dalam waktu cukup lama, berguru pada Imam Malik di Madinah. Akan tetapi setelah mempelajari fiqh Imam Layts yang menempuh “jalan tengah” dengan tetap bersandar pada jiwa dan tujuan syariat agama. Beliau mengagumi madzhab itu, dan kemudian menambahnya di sana-sini. Buku yang pernah beliau tulis pada masa lalu sebelum kedatanganya di Mesir, beliau koreksi dan dibetulkan lagi, karya-karya beliau yang di tulis di Mesir, dikenal dengan nama al madzhab al jadid (madzhab baru). 12
B. Karya-Karya Imam Syafi’i
Meskipun beliau hidup setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidak menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Namun dari sekian banyaknya karya-karya beliau yang sangat dikenal yaitu kitab Al-Umm, kitab Amali Kubro, kitab Risalah, dan kitab Usul Al-Fiqh.
Beliau mengarang kitab Al-Umm ketika beliau masih menetap di Mesir. Kitab itu adalah sebuah Ensiklopedia Fiqh Islam yang mencakup ajaran-ajaran Imam Syafi‟i. Kitab ini juga mencakup pemikiran-pemikiran beliau mengambil
12 Abdur Rahman Asy-Syarqowi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh (BandSung: Pustaka Hidayah) Cet 1, hal 67-368
48
cara yang dipakai oleh Al Imam Abu Hanifah, yakni memulai kitabnya dari bab Thaharah, begitupun dengan Imam Syafi‟i dalam kitab Al-Umm.
Beliau mewariskan ilmu kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para Nabi yakni ilmu yang bermanfaat. Karya beliau diriwayatkan oleh para muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu, bahkan beliau sangat populer dalam menulis dibidang ilmu Ushul Fiqh dengan karya beliau yang monumental yaitu kitab “Al-Risalah”. Dan dalam bidang Fiqh beliau menulis dalam kitab “Al-Umm” yang sudah masyhur dikalangan cendekiawan muslim.
Adapun kitab-kitab karangan Imam Syafi‟i pada umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian :
1. Yang diajarkan dan dibacakan kepada murid-murid beliau selama beliau berada di Makkah dan di Baghdad, kumpulan-kumpulan ini berisi Qoul Qodim . Yaitu pendapat Imam Syafi‟i sebelum pergi ke Mesir. Kitab tersebut bernama Al-Hujjah.
2. Yang diajarkan dan di bacakan kepada murid-murid beliau selama beliau mengajar di Mesir yang disebut dengan Qoul Jadid, yaitu pendapat beliau selama berada di Mesir, kitab tersebut bernama Al Umm.
Di antara karya-karya beliau yang beliau karang ialah sebagai berikut :
1. Kitab Al-Risalah. Kitab ini adalah kitab yang pertama kali beliau karang pada saat usia beliau masih muda. Beliau mengarang kitab atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi, seorang ahli hadits yang terkemuka pada masa itu. Kitab Al-Risalah merupakan kitab Ushul Fiqh yang pertama kali
49
dikarang yang di dalamnya menerangkan pokok-pokok dari pemikiran beliau dalam menetapkan hukum.13
2. Kitab Al-Umm adalah kitab fiqh yang komperenshif. Kitab Al-Umm yang ada sekarang terdiri dari tujuh jilid dan mencakup beberapa isi kitab Imam Syafi‟i yang lain seperti Siyyaral Ausa‟i, Ijma‟ Al Alim, Ibtal Al Ihtisan dan Ar Raad‟ la Muhammad Ibnu Hasan, yang berisi masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu Fiqh yang membahas berdasarkan pokok-pokok pemikiran beliau, yang terdapat dalam kitab Al-Risalah. Kitab Al-Risalah dan kitab Al-Umm diriwayatkan oleh Ar Robi bin Sulaiman Al Mahdi.
3. Kitab Ikhtilaful Hadits, yakni suatu kitab yang merupakan penjelasan beliau mengenai perbedaan-perbedaan dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Terdapat pula buku-buku yang memuat ide-ide dan pemikiran Imam Syafi‟i tetapi ditulis oleh murid-murid beliau. Seperti kitab Al-Fiqh, Al-Mukhtashar Al-Kabir, Al-Mukhtashar Al-Shagir, Al-Faraidh, ketiga kitab itu dihimpun oleh Imam Al Buwaiti.14
4. Kitab Al-Musnad, yang berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al-Umm yang dilengkapi sengan sanad-sanadnya. Kitab Al-Umm sebenarnya telah disusun oleh imam Imam Syafi‟i sejak beliau berada di Baghdad
13Huzaimah Tahido Yanggo, pengantar perbandingan madzhab, (Jakarta : Logos 1997), cet 3, hal 124
14 Departemen Pendidkikan Nasional Pusat Perbukuan Bagian Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar, Jakarta Pusat Tahun Anggaran 2002, Ensiklopedi Islam, (Karawang : Perpustakaan Al Hikmah), Hal 327
50
(Irak), yang pada waktu itu kitab itu bernama “Al-Hujjah” atau “Mabtisuth”, kemudian setelah direvisi kitab itu di beri nama “Al-Umm”
5. Kitab Ushulul Fiqh.
6. Kitab Amali Kubro
7. Al-Washaya al-Kabirah
8. Washiyah Asy-Syaf‟i
9. Jami‟ul Ilmi
10. Ibthalul-Ikhtisan
11. Jami‟ul Muzaini al-Kabir
12. Jami‟ul Muzaini al-Shagir
13. Mukhtasar Ar Raabi‟ wal Buwaiti
C. Guru dan Murid Imam Syafi’i
Telah disinggung di atas di Madinah Imam Syafi‟i berguru pada Imam Malik ra dan di Irak beliau berguru pada Muhammad ibn Al-Hasan Al-Syaibani yang beraliran Hanafi dan yang telah membantu beliau lepas dari tuduhan konspirasi politik dengan ahlul bait. Imam Malik merupakan puncak tradisi Madrasah Madinah (hadits), dan Abu Hanifah puncak madrasah Irak (ra‟yi). Dengan demikian Imam Syafi‟i dapat dikatakan sebagai sintesis antara aliran Madinah dan aliran Irak.
Di samping itu, Imam Syafi‟i berguru kepada beberapa ulama‟ selama tinggal di Yaman, Makkah, Madinah dan Irak.
Berikut ulama Yaman yang menjadi guru beliau adalah :
51
1. Mutharraf ibn Manjini
2. Hisyam ibn Yusuf
3. Umar ibn Abi Salamah
4. Yahya bin Hasan Mutharrif bin Mazin
5. Hasin bin Yusuf al-Qadhi
6. Yahya bin Hasan
Imam Syafi‟i mempelajari ilmu dari ulama-ulama yang berada di Makkah , diantaranya adalah :
1. Muslim bin Khalid Az-Zauji (Mufti Makkah)
2. Muhammad bin Syafi‟i (Paman beliau)
3. Abbas bin Utsman bin Syafi‟i (Kakek Beliau)
4. Sufyan bin Uyainah
5. Fudhail bin Iyadl
6. Said ibn Salim al Kaddah
7. Daud ibn Abd Al Rahman Al Aththar
8. Abdul Aziz ibn Abi Zuad
Guru-guru Imam Syafi‟i ketika berada Madinah Al Munawarah
1. Imam Malik bin Ans ra.
2. Ibrahim bin Abu Yahya Al-Astawi al-Madani
3. Abdul Aziz ibn Muhammad ad-Dahrawaldi Ibrahim ibn Abi Yahya Al Salami
4. Athat bin Khalid
52
5. Ismail bin Ja‟far
6. Ibrahim bin Sa‟ad al Anshary
7. Abdullah ibn Nafi‟
8. Muhammad ibn Said ibn Abi Hudaik
Beliau juga pernah belajar pada para alim ulama di negeri Baghdad (irak), diantaranya:
1. Muhammad bin Al Hasan
2. Ismail bin Ulayah
3. Abdul Wahab ats-Tsaqaty15
Di samping guru-guru Imam Syafi‟i beliau juga mempunyai banyak murid yang pada priode berikutnya umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan imam umat Islam. Di antara murid beliau yang paling masyhur ialah16:
1. Imam Ahmad bin Hanbal as- Syaiban
2. Al Hasan bin Muhammad az-Za‟farani
3. Ishaq bin Rahawaih
4. Harwalah bin Yahya
5. Sulaiman bin Daud al-Hasyimi
6. Abu Tsur Ibrahim bin Khalid al Kaibi
7. Muhammad bin Abdulah al Hakam
8. Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya al Muzami
15http://zainuriwordpress.com/htm diakses tanggal tanggal 21 desember 2009
16Ahmad Amin,,Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishruyyah (Mesir: Dhuha Al Islam, 1974) Jilid II, hal 222
53
9. Abu Ya‟qub bin Yahya al-Buwaity
D. Sejarah Masuknya Mazhab Syafi'i ke Indonesia
Sejarah Masuknya Mazhab Syafi'i ke Indonesia sukar dipastikan. Di kalangan para ahli Islam sendiri, pendapat mengenai hal itu masih berlainan. Pendapat yang berlainan itu jelas tergantung pada dasar pendirian masing-masing dalam menelaah asal-muasal kedatangan Islam ke Indonesia. Hamka, misalnya berpendapat bahwa sejak mula sekali orang-orang Indonesia telah menggali ideologi Islam ke Mekah dengan berintikan mazhab Syafi'i. Hoesein Djayadiningrat menghubungkan bukti-bukti nisan di Sumatra Utara dan Gresik, ditambah dengan bukti-bukti Islam di Malabar yang ternyata menunjukkan adanya pengaruh mazhab Syafi'i. Meskipun dalam uraian terdahulu dikemukakan bahwa mungkin sekitar abad ke-7 M, Islam telah masuk ke salah satu daerah di Sumatra, terutama di selat malaka dan dibawa oleh orang-orang muslim Arab, Persia, dan India. Namun jelas, pembawa ajaran tersebut bukanlah mazhab Syafi'i. Pendiri mazhab Syafi'i hidup antara tahun 150 H (767 M) hingga 204 H (802 M).
Penyebaran mazhab Syafi'i di Indonesia dilakukan melalui pengajian kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama mazhab Syafi'i. Kitab-kitab fiqh mazhab Syafi'i dari abad ke-16 yang biasanya menjadi pedoman antara lain Tuhfat al-Muhtaj at-Thalibin karangan Ibn Hajar al-Haitami (wafat 975 H) dan Nihayah karangan ar-Ramli (wafat 1006 H); keduanya ditulis dalam bentuk tafsir dari Minhaj at-Thalibin karangan an-Nawawi (wafat 676 H) yang merupakan ringkasan dari Muharrar-nya Imam Rafi'ii.
54
Di samping itu, ulama-ulama Indonesia sejak awal abad ke-17 juga menulis kitab-kitab fiqh mazhab Syafi'i. Nuruddin ar-Raniri (wafat 1659 M) menulis sebuah buku sederhana tentang fiqh dalam bahasa Melayu, as-Shirath al-Mustaqim, yang terus dibaca di beberapa daerah Indonesia. Lalu Abdurrauf al-Singkili, yang terkenal sebagai guru tarekat Syattariyah dan pengarang karya-karya sufi, juga menulis Mir'at at-Thullab fi Ash Ma'rifat al-Ahkam al-Ahkam al-Syar'iyah li al-Malik al-Wahhab, sebuah karya fiqh Syafi'i.
Selain itu, beberapa kitab fiqh terkenalmazhab Syafi'i juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu atau bahasa Jawa. Salah satu dari sejumlah manuskrip lama dari Jawa yang dibawa ke Eropa oleh para pelaut pada sekitar tahun 1600 adalah sebuah teks fiqh berbahasa Arab yang sangat terkenal, at-Taqrib fi al-Fiqh dengan terjemahan bahasa Jawa.17
17 Aris, Sejarah Masuknya Madzhab Imam Syafi‟i, artikel ini Di akses dari http://www.kumpulansejarah.com pada tanggal 03 Maret 2014
55
BAB IV
ANALISIS DAN INTERPRETASI TERHADAP HITUNGAN WETON DI DALAM MENENTUKAN PASANGAN HIDUP MENURUT IMAM SYAFI’I
A. Urgensi Hitungan Weton di Dalam Menentukan Pasangan Hidup bagi Masyarakat Jawa
Primbon merupakan himpunan berbagai prediksi nasib (ramalan) yang berkembang pada masyrakat Jawa, yang sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Sebagian kalangan meyakini Primbon, bukan sekedar ramalan, melainkan pengetahuan, hasil olah pengalaman para leluhur Jawa mengenai berbagai segi kehidupan. Sebagai contoh, beberapa tanda-tanda dalam kehidupan manusia yang bisa ditelusuri maknanya lewat Primbon adalah mimpi, menstruasi, bentuk bibir, bentuk telinga, kedutan mata, bersin, telinga berdengung, perilaku hewan, dan lain sebagainya. Di samping contoh-contoh, masih banyak berbagai hal lainnya yang bisa dijelaskan Primbon.1
Memiliki kemiripan dengan Primbon, Weton menjelaskan nilai dari berbagai peristiwa berdasarkan perhitungan hari berdasarkan kalender tradisional Jawa. Weton, terutama terkenal dalam menjelaskan makna hari lahir seseorang. Weton seseorang merupakan gabungan hari dalam kalender Masehi (Senin, Selasa, dan seterusnya) dan hari dalam penanggalan Jawa yang disebut hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon). Jadi, total ada 35 Weton yang menjelaskan
1 http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1121/primbon-dan-weton
56
kepribadian dan nasib seseorang, dari mulai Jumat Legi, Jumat Pahing, Jumat Pon, Jumat Wage, Jumat Kiwon, Sabtu Legi, Sabtu Pahing, Sabtu Pon, dan seterusnya.
Sebagai misal, mereka yang memiliki Weton Jumat Legi cenderung bersifat jujur, bahkan, terkadang bisa terlalu jujur, sebab mereka adalah tipe orang yang suka mengungkapkan pikiran tanpa tedeng aling-aling. Mereka cukup teguh dengan pendiriannya, tetapi sikap tersebut terkadang juga menghambat kemampuan mereka untuk menerima orang lain secara apa adanya. Bagi orang-orang yang berhubungan dengan pemilik Weton ini, disarankan untuk tidak memancing amarah mereka, karena mereka dapat bertindak ekstrim bila sedang naik darah. Meskipun demikian, mereka setia dan murah hati terhadap orang-orang yang dicintainya. Simpati mereka mudah timbul sehingga tidak keberatan untuk bertindak di luar jalur mereka untuk membantu teman atau bahkan orang asing.
Lain Jumat Legi, lain Juga karakter dan nasib orang dengan Weton Jumat Kliwon. Mereka yang memiliki Weton tersebut diyakini berwatak sabar, murah hati, dan mudah membuat orang menyukai mereka. Pribadi dengan Weton ini dianggap bisa menjadi seorang pemimpin yang baik, karena cenderung mempunyai kemampuan, dapat berpikir secara luas, dan dapat mempengaruhi banyak orang dengan lidahnya. Walaupun terkadang sedikit malas, tetapi orang-orang akan tetap mencintai mereka, dan mereka tidak akan pernah kekurangan teman.
Seperti dua contoh Weton di atas, Weton-Weton lainnya juga memiliki penjelasannya tersendiri. Hingga kini, Weton masih kuat diyakini sebagian masyarakat Jawa, terutama yang bermukim di daerah pedesaan. Bahkan, hal ini
57
terkadang sebagai acuan untuk memilih jodoh, menentukan untuk memulai usaha dan lain sebagainya.
Menurut sebagian orang jawa, weton sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, diantaranya untuk mengetahui nasib manusia2, sebagai dasar untuk melihat karakter pribadi seseorang3, dan mengetahui kesuksesan dalam berusaha.4
B. Hukum penggunaan Weton Dalam Pandangan Madzhab Syafi’i
Agama Islam tidak menentang tradisi bahkan menghormatinya, sepanjang tradisi itu tidak menyalahi prinsip-prinsip agama. Tapi kalau sudah menyalahi prinsip agama, apalagi menyangkut aqidah seperti soal “Petungan dan Nasib” tentu harus berhati-hati. Sebagai umat Islam, mempunyai keyakinan bahwa segala yang berlaku di dunia, termasuk terhadap diri kita, baik atau buruk sebagai pedoman hidup hamba-hamba-Nya agar selamat di dunia dan akhirat, Allah telah menurunkan utusannya dan menurunkan kitabnya. Oleh karena itu, umat Islam sangat melarang umatnya untuk mempercayai dan mendekati yang namanya Peramal.
Pada zaman sekarang ini ramalan bukanlah suatu hal yang langka. Baik ramalan tentang masa depan seseorang atau suatu kejadian yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Cara memperoleh ramalan tidak perlu susah payah sampai ke rumah tukang ramal. Saat ini, setiap orang sudah disuguhkan cara mudah untuk
2 http://pengaruhweton.blogspot.com/2013/11/pengaruh-weton-pada-kehidupan-manusia.html
3 http://primbonkaweruhjendrahayuningrat.blogspot.com/2013/06/pengaruh-weton-terhadap-karakter-dan.html
4 http://caribakatartis.blogspot.com/p/garis-kehidupan.html
58
membaca ramalan bintang melalui majalah, koran atau TV. Bahkan sekarang bisa tinggal ketik lewat sms.
Dalam Islam, mempercayai selain dari pada Allah dan Rasul-Nya dianggap dengan syirik. Sama halnya bila mempercayai ramalan, apapun bentuknya. Baik itu primbon, weton, zodiak dan lain sebagainya.
Yang disebut ilmu bintang, Horoskop, Zodiak dan Rasi Bintang termasuk di antara amalan jahiliyah. Ketahuilah bahwa Islam datang untuk menghapus ajaran tersebut dan menjelaskan akan kesyirikannya. Karena di dalam ajaran tersebut terdapat ketergantungan pada selain Allah, ada keyakinan bahwa bahaya dan manfaat itu datang dari selain Allah, juga terdapat pembenaran terhadap pernyataan tukang ramal yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib dengan penuh kedustaan, inilah mengapa disebut Syirik. Tukang ramal benar-benar telah menempuh cara untuk merampas harta orang lain dengan jalan yang batil dan mereka pun ingin merusak akidah kaum muslimin. Dalil yang menunjukkan perihal tadi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab sunannya dengan sanad yang shahih dari Ibnu „Abbas radhiyallahu „anhuma bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
يَ اقْتَبَضَ عِهْ اًً يِ ان جُُُّىوِ اقْتَبَضَ شُعْبَت يِ انظِّحْزِ سَادَ يَا سَادَ
Artinya: “Barangsiapa mengambil ilmu perbintangan, maka ia berarti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan bertambah dan terus bertambah.”5
5 Imam Abu Daud, Musnad Abu Daud, Hal. 635
59
Begitu pula hadits yang diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad yang jayyid dari „Imron bin Hushoin, dari Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, beliau bersabda,
نَيْضَ يِ اَُّ يَ تَطَيَّزَ أَوْ تُطُيِّزَ نَه أَوْ تَكَهَّ أَوْ تُكُهِّ نَه أَوْ طَحَّزَ أَوْ طُحِّزَ نَه Artinya: “Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang beranggapan sial atau membenarkan orang yang beranggapan sial, atau siapa saja yang mendatangi tukang ramal atau membenarkan ucapannya, atau siapa saja yang melakukan perbuatan sihir atau membenarkannya.”6
Siapa saja yang mengklaim mengetahui perkara ghaib, maka ia termasuk dalam golongan kaahin (tukang ramal) atau orang yang berserikat di dalamnya. Karena ilmu ghaib hanya menjadi hak prerogatif Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قُمْ لا يَعْهَىُ يَ فِي انظَّ اًَوَاثِ وَالْأَرْضِ انْغَيْبَ إِلَّا اللهَّ Artinya: “Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (QS. An Naml: 65).
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Seorang ulama bermadzhab Syafi‟i, mengatakan: “Jika seseorang membaca halaman suatu koran yang berisi zodiak (ramalan) yang sesuai dengan tanggal kelahirannya atau zodiak yang ia cocoki, maka ini layaknya seperti mendatangi dukun ramal. Akibatnya, cuma sekedar membaca semacam ini adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Sedangkan apabila seseorang sampai membenarkan ramalan dalam zodiak tersebut,
6 Imam Muslim, Shahih Muslim, Hal. 926
60
maka ia berarti telah kufur terhadap Al-Qur‟an yang telah diturunkan pada Nabi Muhammad SAW”.7
Dari pernyataan di atas, ada dua rincian hukum dalam masalah ini antara lain :
Pertama, Apabila cuma sekedar membaca Zodiak (ramalan), walaupun tidak mempercayai ramalan tersebut atau tidak membenarkannya, maka itu tetap haram. Mendatangi dukun pada zaman ini tidaklah susah karena sekarang dukunpun telah menggunakan berbagai media untuk menyebarkan kesesatannya sehingga memudahkan seseorang untuk membaca tulisan-tulisan yang berisi ramalan (primbon, kitab ramal, kitab nujum, ramalan via sms, dsb) yang mana isinya adalah tentang kesesatan. Akibat perbuatan ini, shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Nabi shallallahu ‟alaihi wa sallam bersabda,
يَ أَتَ عَزَّافًا فَظَأَنَه عَ شَ ءًٍْ نَىْ تُقْبَمْ نَه صَلاَة أَرْبَعِي نَيْهَت Artinya : “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim).8
Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh Imam An-Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.”9
7 http://cintakajiansunnah.wordpress.com/category/akidah/
8 Imam Muslim, Shahih Muslim, Hal 672
9 An-Nawawi, Syarh Muslim (Beirut: Dar Ihya‟ At Turots Al „Arobiy, 1392 H) hal. 227
61
Kedua, Apabila sampai membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah mengkufuri Al-Qur‟an yang menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghoib. Nabi SAWbersabda,
يَ أَتَ كَاهِ اً أَوْ عَ زَّاف اً فَصَدَّقَه بِ اًَ يَقُىلُ فَقَدْ كَفَزَ بِ اًَ أُ شَِْلَ عَهَ يُحَ دًٍَّ
Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al-Qur‟an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad).10
Namun jika seseorang membaca ramalan tadi untuk membantah dan membongkar kedustaannya, semacam ini termasuk yang diperintahkan bahkan dapat dinilai wajib.11 Hukum-hukum ini juga berlaku untuk ramalan lain selain dengan ramalan bintang.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin memberi nasehat, “Kita wajib mengingkari setiap orang yang membaca ramalan bintang semacam itu dan kita nasehati agar jangan ia sampai terjerumus dalam dosa. Hendaklah kita melarangnya untuk memasukkan majalah-majalah yang berisi ramalan bintang ke dalam rumah karena ini sama saja memasukkan tukang ramal ke dalam rumah. Perbuatan semacam ini dosanya sangat besar (dosa syirik)."
Oleh karena itu, wajib bagi setiap penuntut ilmu agar mengingatkan manusia mengenai akibat negatif membaca ramalan, baik itu weton, primbon, zodiak dan lain sebagainya. Dari sini, sudah sepatutnya seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan membaca ramalan-ramalan bintang melalui majalah, koran, televisi atau lewat
10 http://tyothebronew.blogspot.com/2012/03/hukummembaca-dan-mempercayai-ramalan.html
11 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al Qoulul Mufid „ala Kitabit Tauhid (Beirut: Maktabah Al „Ilmi, 1424 H), Cet. II, Hal. 330
62
pesan singkat via sms. Begitu pula tidak perlu seseorang menyibukkan dirinya ketika berada di dunia maya untuk mengikuti berbagai ramalan-ramalan bintang yang ada. Karena walaupun tidak sampai percaya pada ramalan tersebut, tetap seseorang bisa terjerumus ke dalam kesyirikan jika ia bukan bermaksud untuk membantah ramalan tadi. Semoga Allah melindungi kita dan anak-anak kita dari kerusakan semacam ini.
C. Analisis Hukum Pernikahan yang didasari Dengan Mitos dan Hitungan Astrologi Weton Perspektif Madzhab Syafi’i
Menikah adalah sunnatullah dan termasuk salah satu dari kebutuhan hidup manusia. Namun terkadang banyak hal yang menjadi faktor penentu agar dua orang insan menjalin tali pernikahan. Salah satu yang mempengaruhinya adalah weton atau ramalan.
Di atas telah diketahui bahwa bagi sebagian orang jawa, menggunakan weton itu sangat penting walaupun pada zaman ini tradisi itu sudah mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan karena mereka meyakini bahwa mengetahui weton seseorang itu sangat penting terutama untuk mengetahui nasib manusia.12 Maka tak jarang terjadi kasus seperti batalnya pernikahan seseorang dikarenakan wetonnya tidak cocok.
Bagi umat Islam, mempertahankan tradisi masyarakat itu sangat dianjurkan. Selama hal itu tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam. Sehingga dalamMadzhab Imam Syafi‟i terdapat sebuah kaidah yang berbunyi:
انعادة يحك تً
12 http://pengaruhweton.blogspot.com/2013/11/pengaruh-weton-pada-kehidupan-manusia.html
63
Artinya: “Adat itu bisa dijadikan hukum”13
Hanya saja tidak semua unsur budaya bisa dijadikan sandaran hukum. Terlebih bila budaya itu sangat bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, terutama bila menyangkut tentang keyakinan. Maka budaya itu harus ditinggalkan .
Seperti halnya dengan mempercayai dan meyakini weton atau ramalan. Menurut kaidah Islam, berarti weton atau ramalan dalam bentuk apapun tidak boleh diyakini. Karena bila seseorang telah meyakini weton atau ramalan baik itu karena hitungan ataupun membaca dimajalah, maka dirinya akan dianggap seperti mendatangi dukun ramal. Akibatnya, adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari telah menyekutukan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang berbunyi:
يَ أَتَ عَزَّافًا فَظَأَنَه عَ شَ ءًٍْ نَىْ تُقْبَمْ نَه صَلاَة أَرْبَعِي نَيْهَت Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Ahmad).14
Dari hadist di atas memunculkan polemik tersendiri bagi pemuda-pemudi yang sebagian besar memliki orang tua yang masih menjaga tradisi, terutama bagi mereka yang masih menggunakan hitungan weton dalam menentukan pasangan hidup putra-putrinya. Karena sebagaian mereka, memilih pasangan hidupnya berdasarkan hitungan hitungan weton orang tuanya.
13 Abdul Hakim, Mabadi Awwaliyah (Jakarta: Sa‟diyah Putra), H. 34
14 http://tyothebronew.blogspot.com/2012/03/hukummembaca-dan-mempercayai-ramalan.html
64
Bila pernikahan yang terjadi berdasarkan hitungan weton, maka yang terjadi adalah pernikahan tersebut tetap sah selama rukun dan syarat nikah terpenuhi. Tetapi, mereka mendapatkan dosa karena percaya terhadap hal yang gaib yang datangnya selain dari Allah. Selain itu, mereka yang menikah karena weton dan membenarkan hal itu maka mereka dicap sebagai orang yang telah kufur terhadap Al-Qur‟an dan bukan termasuk golongan umat Nabi Muhammad SAW. Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi:
يَ أَتَ كَاهِ اً أَوْ عَزَّاف اً فَصَدَّقَه بِ اًَ يَقُىلُ فَقَدْ كَفَزَ بِ اًَ أُ شَِْلَ عَهَ يُحَ دًٍَّ
Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al-Qur‟an yang telah diturunkan pada Muhammad.”15
Oleh karena itu, bagi kaum pemuda yang dinikahkan oleh orang tuanya berdasarkan weton atau ramalan ada beberapa hal yang mesti dilakukan, diantaranya:
1. Tidak memepercayai weton atau ramalan yang diberitahu oleh orang tua.
2. Meyakini bahwa orang yang akan dinikahinya adalah jodoh yang telah ditentukan oleh Allah.
3. Niatkan dalam pernikahannya utnuk berbakti kepada orang tua, agar mereka merasa pendapatnya dihargai.
4. Berikan saran dan masukan dengan halus agar mereka tidak mempercayai weton atau ramalan lagi.
15 http://tyothebronew.blogspot.com/2012/03/hukummembaca-dan-mempercayai-ramalan.html
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dati uraian-uraian di dari Bab I samapai Bab IV dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Menurut sebagian orang jawa, weton sangat berpengaruh dan urgen dalam dalam kehidupan manusia, diantaranya untuk mengetahui nasib manusia, sebagai dasar untuk melihat karakter pribadi seseorang, dan mengetahui kesuksesan dalam berusaha.
2. Para ulama terutama ulama madzhab Imam Syafi‟i, melarang umat Islam untuk mempercayai dan menggunakan weton ataupun ramalan walaupun hanya sebatas membaca. Mereka menganggapnya sebagai dosa karena tiga alasan yakni pertama dianggap telah menyekutukan Allah, shalatnya tidak diterima selama 40 hari dan terkhir dianggap telah mengkufuri Al-Qur‟an yang menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghaib
3. Bila pernikahan yang terjadi berdasarkan hitungan weton, maka yang terjadi adalah pernikahan tersebut tetap sah selama rukun dan syarat nikah terpenuhi. Tetapi, mereka mendapatkan dosa karena percaya terhadap hal yang gaib yang datangnya selain dari Allah.
66
B. Saran-Saran
Dari uraian pembahasan yang penuis paparkan di atas, penulis hanya ingin memberikan saran-saran mengenai hal-hal yang penulis teliti, yaitu:
1. Percayalah kepada Allah swt bahwa nasib manusia itu telah ditentukan oleh-Nya,
2. Teruslah kaji dan pahami ajaran agama Islam. Sehingga mempunyai Iman yan kuat dan tidak teroengaruh oleh mereka yang tidak mempunyai Iman kepada Allah
3. Hendaknya orang tua senantiasa meninggalkan tradisi weton, karena mengenai dan nasib manusi telah ditentukan oleh Allah. Alangkah baiknya setiap orang tua membudidayakan istikharah dalam menentukan pilihan yang akan diambil.
67
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur‟an Dan Terjemahanya. Mujamma‟ Al Malik Fahd Li Thiba‟ Al Mush-Haf Asy-Syarief Madinah Munawwarah. Arab Saudi. 1418
Abdussalam, Ahmad Nahrawi. Al Imamu Asy-Syafi‟i Fi Madzhabiyah Al Qodim Al Jadid.. Indonesia: tt 1994
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Cet. II
Al Sya‟rani, Abu Maahib Abdil Wahib Bin Al Anshary. Al Thabaqatul Qubra Jilid 1. Mesir: Darul Fikri. 1954
Al-Syarqawi, Abdur Rahman. Al Hamid Al Husaini Et.II. terj. Riwayat Sembilan Madzhab Al Imam Madzhab. Bandung : Pustaka Hidayah. 2000
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Al Qoulul Mufid „ala Kitabit Tauhid. Beirut: Maktabah Al „Ilmi. 1424 H. Cet. II
Amin, Ahmad. Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishruyyah. Mesir: Dhuha Al Islam. 1974. Jilid II
Amin, M. Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gana Media.2000
Ananda, Kun Sila. Jarak Usia Ideal Antar Pasangan http://www.merdeka.com/gaya/berapa-jarak-usia-ideal-antar-pasangan.html
An-Nawawi. Syarh Muslim. Beirut: Dar Ihya‟ At Turots Al „Arobiy. 1392 H
Aris. Sejarah Masuknya Madzhab Imam Syafi‟i. artikel ini Di akses dari http://www.kumpulansejarah.com pada tanggal 03 Maret 2014
Ash Shidiqi, T.M Hashbi. Pokok Pegangan Imam-Imam Madzhab Dalam Membina Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang. 1973. Jilid 1
Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Rineka Cipta. 2010
Bisri, Mustofa. Fikih Keseharian Gus Mus. Surabaya: Khalista. 2005
Degenova. Intimate Relationships. marriages. and families. United States of America: McGraw Hill. 2008
68
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan Bagian Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar. Jakarta Pusat Tahun Anggaran 2002. Ensiklopedi Islam. . Karawang : Perpustakaan Al Hikmah
Doyodipuro, Ki Hudoyo. Horoskop Jawa Misteri Pranata Mangsa. Semarang: Dahara prize. 1995
Hadisutrisno, Budiono. Islam Kejawen .. Yogyakarta: EULE BOO. 2009
Hakim, Lukmanul. Kamus Santri At Taufiq . Jawa Arab Indonesia. Jepara: Al Falah Publisher
Hariwijaya. Islam Kejawen. Yogyakarta: Glombang Pasang. 2006
http://caribakatartis.blogspot.com/p/garis-kehidupan.html
http://cintakajiansunnah.wordpress.com/category/akidah/
http://insicoico.blogspot.com/2013/06/hitungan-perjodohan-pernihakan.html
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1121/primbon-dan-weton
http://pengaruhweton.blogspot.com/2013/11/pengaruh-weton-pada-kehidupan-manusia.html
http://primbonkaweruhjendrahayuningrat.blogspot.com/2013/06/pengaruh-weton-terhadap-karakter-dan.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24577/4/Chapter%20II.pdf
http://sabdalangit.wordpress.com/tag/tradisi-weton/
http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/02/antara-weton-sifat-manusia-dan-ramalan-jodoh-561670.html
http://suaraterbaru.com/weton/umum/
http://tyothebronew.blogspot.com/2012/03/hukummembaca-dan-mempercayai-ramalan.html
http://www.fatihsyuhud.net/2012/05/menentukan-jodoh-berdasarkan-weton
69
http://zainuriwordpress.com/htm diakses tanggal tanggal 21 desember 2009
Ilahi, Machfud. Cara Memilih Pasangan Yang Baik Menurut Agama Islam. diakses dari http://solafussholeh.blogspot.com/2013/09/cara-memilih-pasangan-yang-baik-menurut.html pada tanggal 09 Januari 2014 pukul 01.40 WIB
Indah, Kuswah. Jurnal Kejawen. Yogyakarta: Narasi. 2006
Keesing, R.M.. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer.. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1992
Mugniyyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Madzhab. Bandung : Pustaka Hidayah 2000. Cet 1
Mulyati, Sri. Relasi Suami Istri dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita. 2004
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisme. jakarta UI Press.1973
Purwadi. Horoskop Jawa. Yogyakarta: Media abadi. 2006
Purwadi. Upacara Penegntin Jawa. Yogyakarta: Shaida. 2007
Rasjid, H.Sulaiman. Fiqih Islam.. Bandung : Sinar Baru Algesindo. 1994. Cet 46
Riwayat Bukhari. no. 5090
Subana, M. dan Sudrajat. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. 2005
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2010. Cet. VI hal. 61
Tjakraningrat, Harya. Kitab Primbon Bentaljemur Adammakna. Yogyakarta: Buana Raya
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Jakarta. Pustaka Al Kautsar. Cetakan Ke Enam. 2011
Yanggo, Huzaimah Tahido. Pengantar Perbandingan Madzhab.. Jakarta : Logos 1997. cet 3
Langganan:
Postingan (Atom)